Kamis, 22 September 2011

Woi, Membuat Film Dokumenter Itu Tidak Gampang !


Published on September 20, 2011 by

Sebenarnya wawancara tentang Radio Rimba Raya ini sudah terlaksana pada tahun 2010 lalu yang sengaja direkam dalam bentuk audio (suara) untuk kepentingan sejarah, pemahaman tentang sejarah, pengetahuan tentang sejarah, khususnya generasi muda Gayo dan umumnya generasi muda seluruh Indonesia tentang kiprah Radio Rimba Raya pada perang kemerdekaan negera Republik Indonesia. Akhirnya, wawancara tersebut saya rilis kembali ke dalam bentuk tulisan. Pada saat wawancara, Sutaradara film documenter Sejarah Perjuangan Radio Rimba Raya, Ikmal Gopi di temani oleh Win Adunk, Noto Gayo dan saya sendiri.

Berikut ini petikan wawancara penyiar Radio Ardan, Andra dengan Ikmal Gopi, dalam “Talkshow Radio Rakyat Merdeka” di markas Radio Ardan Bandung, Minggu, 12 Desember 2010 lalu.

Bisa diceritakan sedikit, mungkin insan muda ada yang belum tahu, sebenarnya Radio Rimba Raya itu apa?

Radio Rimba Raya ini, radio yang berada di pedalaman Aceh, kebetulan bertepatan di Aceh Tengah , Gayo Takengon, sekarang setelah pemekaran itu di sebut dengan Bener Meriah. Nah, sebenarnya Radio Rimba Raya ini sendiri belum banyak dikenal orang termasuk saya sendiri.

Lho, kok bisa, tahunya darimana?

Nah, inilah yang membuat ketertarikan saya, untuk membuat film dokumenter ini, ternyata Radio Rimba Raya ini perannya pada saat revolusi fisik itu sangat besar dan sumbangsihnya terhadap republik ini sampai terakhir pengakuan Belanda terhadap Indonesia pada saat KMB ( Konferensi Meja Bundar .) ternyata pengaruh Radio Rimba Raya ini sangat besar.

Tapi, karena mungkin mas Ikmal sendiri awalnya tidak tahu ya? Sampai mas Ikmal berkeinginan membuat Film Dokumenter?

Awalnya, kebetulan saya di Takengon ya, itu hanya omongan-omongan orang tua saya, teman-teman bahwa disini ada radio yang pernah memperjuangkan kemerdekaan kita, pada saat revolusi fisik, saya juga belum terfikir sampai sejauh mana kiprah radio Rimba Raya ini, nah, setelah saya kuliah ke Jakarta, disinilah ketertarikan saya untuk membuat film dokumenter tentang Radio Rimba Raya ini, sampai sejauh mana kiprahnya. Pada tahun 2002 saya mulai bulatkan tekad, kemudian pada tahun 2006 saya mulai riset, mencari data di internet, ternyata di internet juga tidak begitu banyak informasi tentang radio ini, saya bingung, kemana lagi saya harus cari, kemudian saya coba hubungi teman-teman barangkali tahu tentang Radio Rimba Raya ini, tapi informasi dari teman-teman itu belum meyakinkan saya tentang kiprah Radio Rimba Raya, walaupun saya sendiri pernah mendengar cuma saya belum yakin juga. Ternyata, setelah saya riset, saya tanya kepada tokoh-tokoh pejuang yang kebetulan ada di Jakarta ini, inilah yang meyakinkan saya tentang Radio Rimba Raya, tapi sepak terjang radio ini yang membuat saya untuk berbuat lebih kreatif untuk mendapatkan informasi dan fakta-fakta yang akurat tentang sejarah Radio Rimba Raya, sebab apa, seperti informasi dalam buku sejarah, misalnya, Serangan Umum 1 Maret itu tidak begitu jelas, kemudian ada beberapa buku itupun tidak begitu banyak menerangkan tentang Radio Rimba Raya. Nah, sejak itulah saya penasaran untuk menguak kiprah Radio Rimba Raya ini.

Radio Rimba Raya yang memang sangat berperan penting dalam perang kemerdekaan Indonesia, bukan begitu mas Ikmal?

Betul Sekali..

Ini film dokumenter pertama yang mas Ikmal buat ya?

Iya, betul ..

Referensi dan data-data dari film ini di dapat dari mana?

Referensinya ada beberapa yang kita ambil dari buku-buku sejarah, walaupun tidak detil menceritakan tentang peranan Radio Rimba Raya saat itu, tetapi setelah kita riset dan mengambil gambar, ternyata kita bisa mengambil sebuah kesimpulan bahwa Radio Rimba Raya itu sangat besar peranannya pada revolusi fisik saat itu, karena salah satu yang memberi kekuatan buat republik ini yaitu menyiarkan Serangan Umum 1 Maret, enam jam di Jogja itu, adalah Radio Rimba Raya yang menyiarkan. Seperti perjalanan jendral Sudirman saat bergerilya, itu diketahui oleh Radio Rimba Raya ini, jadi, informasi-informasi dari Playen, Gunung Kidul, dari Sumatera Barat, pemimpin PDRI, Syafrudin Prawiranegara itu selalu mengirim berita ke Aceh. Nah, dari Jawa ke Padang yaitu Bukit tinggi, ke Halaban, pemerintahan bergerilya dalam hutan serta situasi-situasi dan kejadian saat itu selalu dikabarkan lewat Radio Rimba Raya.

Tadi sudah sempat ngobrol tentang kendala yang dihadapi, seperti susah mencari data dan sebagainya. Kendala lain yang dihadapi?

Memang, kendala lain yang saya hadapi saat pembuatan film dokumenter ini, saya bisa ambil kesimpulan barangkali cuma satu persen dari sejarah –sejarah Indonesia.

Hampir terlupakan, padahal berperan sekali ya dalam perang kemerdekaan Indonesia?

Betul, nah inilah yang membuat saya agak sedikit kesulitan mencari data-data tentang Radio Rimba Raya, sampai sejauh mana Radio Rimba Raya ini juga diketahui oleh masyarakat Indonesia begitu juga dengan para sejarawan ternyata sedikit sekali. Disitu kesulitan saya.

Kemarin, sempat di nominasikan ke dalam film dokumenter terbaik di ajang FFI 2010? Bagaimana perasaan mas Ikmal?

Memang, saya tidak menyangka ternyata Radio Rimba Raya ini masuk dalam lima terbaik dari enam puluh film dokumenter yang masuk.

Terus, Bagaimana perasaan mas Ikmal?

Saya sangat terharu, proses produksi film ini sudah hampir empat sampai limatahun .

Dan masuk FFI ini baru 2010? Perjuangan anda merasa terbayarkan ya?

Iya, betul..

Mungkin, ada kabar lagi film dokumenter Radio Rimba Raya ini masuk ke ajang-ajang lain?

Kebetulan film ini masuk juga dalam tujuh besar di festival film dokumenter Jogjakarta. Itu informasi yang terakhir saya dapatkan, itu juga ada sekitar delapan puluh film yang masuk, tetapi di bagi ke beberapa kategori, ada film pelajar, film pendek, dan film panjang, nahh, Radio Rimba Raya masuk di dalamnya.

Jadi dari delapan puluh film yang diperlombakan Radio Rimba Raya masuk tujuh besar?

Iya, betul..

Kembali lagi soal film dokumenter Radio Rimba Raya, adakah ekspetasi yang timbul saat mas membuat film dokumenter ini? Apa harapannya? mungkin setelah orang-orang menonton film dokumenter ini?

Banyak komentar ya, setelah menonton film Radio Rimba Raya ini, mereka banyak yang tidak menyangka ternyata peran Radio Rimba Raya ini sangat penting pada masa itu, saya tidak menafikan ya, barangkali kalau tidak ada Radio Rimba Raya ini , saya tidak tahu apa yang terjadi dengan republik ini. Bisa saja proses perjuangan kita agak panjang selain perang fisik, sebab peran radio saat itu sangat penting untuk memberi informasi-informasi apa yang terjadi di republik ini ke dunia internasional.

Jadi, Radio Rimba Raya ini sampai ke dunia internasional ya?

Iya, betul sekali..

Katanya Radio Rimba Raya ini memakai berbagai macam bahasa, apa saja?

Ada sekitar lima bahasa ya, yaitu : Bahasa Inggris, Bahasa Belanda, Bahasa India, Bahasa Arab dan Bahasa Cina.

Ok, kalau bicara film ini, langkah awal sekali yang mas Ikmal lakukan itu apa? Yang benar-benar nyata, mungkin langsung mengontak siapa, atau browsing atau bagaimana?

Pertama yang saya lakukan adalah browsing ya, untuk mencari sampai sejauh mana informasi tentang Radio Rimba Raya ini, apa saja data-datanya, kemudian dari situlah saya mulai melakukan breakdown, setelah itu saya melakukan riset di Jakarta, saya cari tokoh-tokoh yang masih berkompeten ya, yang masih ada yang berperan di Aceh, yang berdomisili di Jakarta, itu awal sekali saya lakukan untuk membuat film dokumenter Radio Rimba Raya ini. Bahan- bahan inilah saya kumpulkan , dan inilah acuan saya untuk maju ke langkah selanjutnya, sehinngga saya harus ke Aceh untuk mencari data, sehingga semakin memperkuat data-data tentang sejarah Radio RimbRaya. Kemudian saya ke Padang, di Bukit Tinggi, langsung ke daerah PDRI di Koto Tinggi, terus balik lagi ke Jakarta, ke Jogja dan ke Gunung Kidul. Di Gunung Kidul ini ada yang menarik, disitu ada Radio PC2, radionya Budiardjo, dulu bekas Menteri Penerangan, saya merasa kaget, disitu saya melihat ada foto dan tulisan Takengon, wahhh, ternyata benar ini Radio Rimba Raya. Itu di Gunung Kidul.

Setiap pembuatan film dokumenter pasti ada pesan- pesan yang ingin disampaikan kepada penonton, nah, kalau dari film dokumenter Radio Rimba Raya ini, apa pesan-pesan yang ingin disampaikan?

Pesan saya, Radio Rimba Raya ini adalah radio yang terlupakan ya, radio yang sangat berperan saat itu, yang ingin saya sampaikan bahwa supaya regenerasi kita sekarang baik di dunia pendidikan bahkan masyarakat Indonesia harus mengetahui bahwa peranan radio Rimba Raya ini sangat penting. Jangan dilupakan, karena peranan radio saat itu, bayangkan kalau radio tidak ada, itu informasi akan lumpuh, kalau boleh saya kutip ucapan seorang tokoh Omair Said Noor “ kita ini seperti buta dan tuli” orang tidak tahu, dan kita juga mau ngomong dengan siapa kalau tidak ada radio pada saat itu? Saya harap ke depan ini menjadi sebuah sejarah, dan kalau bisa Radio Rimba Raya ini menjadi sejarah nasional, dan jangan menjadi sejarah lokal saja, karena Radio Rimba Raya ini bukan hanya memperjuangkan kepentingan daerah tetapi untuk Indonesia, saya harap generasi kita, masyarakat kita bahwa Radio Rimba Raya ini janganlah dilupakan sampai kapanpun, kalau bisa ada riset-riset tertentu ya, barangkali film dokumenter ini belum lengkap untuk membenarkan sejarah ini,. Dan itu tidak menjadi masalah.

Sebagai warga negara Indonesia yang baik harus mengingat sejarahnya, betul tidak mas Ikmal?

Benar sekali…

Mungkin yang terakhir, ada yang ingin disampaikan terhadap insan muda kita mas Ikmal?

Nahh, ternyata membuat film dokumenter itu tidak gampang ya..

Mungkin ada pesan-pesan lain, seperti harus sabar, soalnya sampai lima tahun membuatnya?

Dalam membuat dokumenter ya, kita harus kuat dalam hal riset kemudian survei, kemudian kita coba breakdown apa yang kita dapat dilapangan dan apa yang sebenarnya kita mau buat, begitu. Karena membuat film dokumenter ini tidak segampang seperti yang kita omongkan. Selalu ada saja tantangan yang kita hadapi dilapangan, jadi kita harus sabar, boleh ambisius, akan tetapi jangan terlalu berlebihan. Tanpa kesabaran dalam membuat dokumenter, itu akan kosong atau hampa, begitu. Buatlah film dokumenter se real mungkin , jangan mencoba untuk mempropaganda, buatlah seobyektif mungkin. (Zuhri Sinatra)

Senin, 19 September 2011

Nonton Bareng Film Dokumenter Radio Rimba Raya di Takengon

Jumat, 16 September 2011


Assalammualaikum
Hari Sabtu yang lalu (10/9/2011), aku bareng Mimi kembaranku dapat undangan buat nonton film dokumenter Radio Rimba Raya di Takengon. Awalnya sih masih ragu bisa hadir apa nggak, karena pemutaran filmnya malam hari. Kalo sama papa sih biasa jarang-jarang dapet izin buat keluar malam. Tapi alhamdulillah akhirnya diizinin juga. Awalnya sih acaranya mau diadain hari minggunya, tapi entah kenapa jadi dipercepat. Syukur juga sih, soalnya kalo pemutarannya hari minggu, aku udah pasti nggak bakal bisa nonton karena harus balik ke Medan malemnya.

Film dokumenter ini adalah karya dari putra daerah yang bernama Ikmal Gopi. Yang lebih serunya lagi, pemutarannya filmnya kayak pemutara layar tancep gitu saking ramenya yang nonton. Tenda dan kursi yang disediain panitia ampe nggak cukup gitu. Diriku salah satu penonton yang harus rela berdiri manis di sudut lapangan. Walau hujan sempat turun, antusias penonton tetap tinggi. Buktinya nggak langsung bubar seketika juga pas hujan mengguyur. Beruntung aku ketemu senior sewaktu di SMA yang bawa payung. Jadinya bisa nebeng deh *nasib nggak bawa payung sendiri*. Kalo mau lihat liputan lengkapnya, klik DISINI aja ya :)

Ini dia cover filmnya

Duh jadi lupa, teman-teman udah pada tahu kan sama Radio Rimba Raya?
Radio ini adalah Radio Republik Indonesia Darurat yang disiarkan dari Dataran Tinggi Gayo. Waktu itu berita yang disiarkan itu berkaitan dengan usaha mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Jadi lewat radio ini nih disiarkan bahwa Negara Indonesia itu masih ada ke beberapa negara dengan beberapa bahasa juga. Radio ini disembunyikan di Kampung Rimba Raya, kecamatan Pintu Rime Gayo, kabupaten Bener Meriah. Untuk mengenangnya, di sana kita masih bisa mendapati menumennya. Tapi perangkat radionya udah nggak ada, karena disimpan di salah satu museum di Jogjakarta. Gitu deh kira-kira cerita singkatnya. Kalo mau tau lebih jelasnya, klik DISINI aja ya :)

Malem minggu yang seru walau begitu film habis kami langsung pulang, hehe...
Senang melihat antusias warga Takengon yang masih peduli dengan masalah sejarah beginian, apalagi aku lihat banyak anak kecil yang nonton. Moga aja ke depannya makin banyak cineas kreatif yang mengangkat masalah sejarah seperti ini. Temen-temen kalo filmnya udah beredar di pasar (tapi nggak tau juga sih, bakal dijual nggak ya?) harus nonton ya, biar tahu juga kalo sebenarnya pernah ada radio yang nyiarin tentang keberadaan negara kita semasa penjajahan Belanda.

Mari peduli dengan sejarah (>o<)/

Selasa, 13 September 2011

Sejumlah Seniman Meriahkan Pentas Seni Budaya "Inilah Gayo 2"

Aceh - Senin, 12 Sep 2011 01:10 WIB

Takengon, (Analisa). Sejumlah seniman dan grup band dipastikan akan berpartisipasi memeriahkan kegiatan pentas seni budaya "Inilah Gayo 2" yang digelar di Lapangan Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Hakim Bale Bujang, Kecamatan Lut Tawar Takengon, Sabtu dan Minggu (10-11/9).
Acara diisi dengan pemutaran film dokumenter sejarah perjuangan Radio Rimba Raya (RRR) karya sutradara Ikmal Gopi. Film ini berhasil meraih nominasi diajang Festival Film Indonesia (FFI) 2010. Kemudian acara akan diisi dengan sejumlah grup band yang akan membawakan lagu-lagu heroisme pejuang asal dataran tinggi Gayo. Dalam kesempatan tersebut juga akan tampil sejumlah seniman/penyair yang akan membawakan puisi.

Selanjutnya pameran sejumlah foto karya fotografer dataran tinggi Gayo yang tergabung dalam wadah Gayo Fotografer Club. Materi foto-foto tersebut umumnya adalah foto seputar kegiatan penelitian manusia prasejarah di Loyang Mendale dan Ujung Karang, Kecamatan Kebayakan yang ditemukan oleh Balai Arkeologi Medan Sumatera Utara beberapa waktu lalu, kata Khalisudin, salah satu penggagas ‘Inilah Gayo 2’ kepada Analisa, Minggu (11/9).

Sementara untuk pementasan seni, ujar Khalis, dipastikan akan tampil LK Ara, Fikar W Eda, Salman Yoga Ipap Suprapto, Devis Fikar dan lainnya yang akan membacakan puisi-puisinya. Untuk tari dan musik akan tampil sanggar Oloh Guel, grup band SMAN 4 Takengon, Zommbeetnica, Tonara pimpinan Ecek, Sara Ala pimpinan Uan Daudy, Serrend Band, Manohara, Sange. Juga grup musik Win Adek, Darwin dan kawan-kawan serta penampilan lifesing dari vokalis-vokalis muda ternama dari dataran tinggi Gayo.

Dikatakan, juga akan tampil pemain biola cilik Siti Zeta Renggali dan aksi teatrikal Anto Kieting. Yang paling menarik adalah pertunjukan musik "Ketibung" yang akan dimainkan oleh dua pria separoh baya dari Kayu Kul Pegasing, Nurdin M Berani dan Rahmatsyah. Keduanya akan Berketibung di Weh Pesangan. Selain penampilan solo, keduanya akan didukung dengan kolaborasi dari sejumlah seniman dan warga dengan "Kertuk Perau" dan "Mengerlok" nelayan Danau Lut Tawar.

Pertamakali Dipertontonkan

Seni "Berketibung" di Weh Peusangan itu merupakan pertamakalinya dipertontonkan diajang resmi dalam sejarah Gayo dan kemungkinan akan menjadi cikal bakal festival Ketibung di Tanah Gayo di masa yang akan datang, imbuhnya.

Pantauan Analisa, Sabtu pagi hingga menjelang siang tampak kesibukan di lapangan YPI Totor Bale Hakim Bale Bujang Takengon mempersiapkan acara ‘Inilah Gayo 2’. Sejumlah teratak dan panggung didirikan, panitia berharap tidak terjadi hujan agar pelaksanaan rangkaian acara dapat berjalan dengan lancar.

Panitia telah mengundang sejumlah pejabat dan tokoh dataran tinggi Gayo. Bupati Aceh Tengah dan Bener Meriah dikhabarkan akan hadir juga para calon bupati kedua kabupaten tersebut. Ajang ini disebut-sebut juga sebagai wadah silaturahmi dan halal bihalal bagi para pengunjung.

Menurut Khalis, sejumlah instansi dan lembaga ikut mendukung acara yang bersifat partisipatif tersebut. Seluruh media cetak, online dan elektronik di Aceh Tengah tampak terpampang di baliho berukuran 5x4 meter persegi.

Kegiatan juga didukung Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI), Persaudaraan Kempo Indonesia (Perkemi), Gayo Diving Club (GDC), Forum Penyelamatan Danau Lut Tawar (FPDLT), Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI), Central Aceh Bicycle Club (CABC), Aceh Fotografer Net (AFN), termasuk Erwin Digital Studio (EDS).(jd)

Senin, 12 September 2011

Kontroversi Serangan Umum 1 Maret 1949 dan Fakta Radio Rimba Raya

Serangan Umum 1 Maret 1949, hingga saat ini dikenal pasukan TNI menyerbu kota Jogja yang dikuasai Belanda melalui Agresi Militer kedua pada Desember 1948. Pada saat itu serangan yang dilancarkan pasukan TNI bertujuan untuk merebut kembali ibukota Jogjakarta dari tangan penjajah Belanda. Ok, kita setuju!!

Persoalannya, dalam perjalanan sejarah serangan umum 1 maret, sudah terlalu banyak peristiwa dikebiri dan di rekayasa, salah satunya, sejarah SU 1 Maret seolah hanya menokohkan pejuang yang berperan dalam serangan tersebut, mulai dari penggagas yang masih menjadi perdebatan sampai dengan pelaksana serangan yang jelas-jelas menokohkan pejuang yang notabene laki-laki yang satu satunya aktor dibalik SU Maret tersebut.

Sejarawan DR. Anhar Gonggong berpendapat bahwa penggagas SU 1 Maret bukan Soeharto, menurutnya inisiatif penyerangan seperti itu bukan berasal dari komandan brigade akan tetapi berasal dari pejabat yang lebih tinggi. Hal ini juga dipertanyakan oleh Soedarisman, mantan walikota Jogjakarta ( 1947-1966 ) beliau mempertanyakan gagasan serangan berasal.

Sumber lain menyebutkan gagasan SU Maret 1949 adalah inisiatif Panglima Besar Sudirman, sebab panglima Sudirman pucuk pimpinan militer tertinggi pada saat itu, bahkan Sultan Hamengkubuwono memberikan dukungan terhadap rencana ini.

Keterangan lain menyebutkan bahwa penggagas atau inisiator SU Maret 1949 adalah dr. Wiliater Hutagalung yang sejak September 1948 diangkat menjadi Perwira Teritorial yang bertugas membentuk jaringan di wilayah divisi II dan III, pemikiran yang dikembangkan Hutagalung adalah perlu meyakinkan dunia internasional bahwa Republik Indonesia masih ada, ada pemerintahan, ada organisasi TNI dan tentaranya. Ia menambahkan perlunya melakukan serangan spektakuler terhadap isolasi Belanda atas ibukota Yogyakarta.

Sri Sultan HB IX, seperti dikutip buku Momoar Oei Tjoe Tat: Pembantu Presiden Soekarno, pernah bertutur: ”Sayalah yang semula membicarakan gagasan itu dengan Jenderal Sudirman yaitu minta izinnya untuk mendapatkan kontak langsung dengan Soeharto, ketika itu berpangkat mayor, untuk menjalankan tugas melaksanakan gagasan saya.” Hal itu juga terungkap dalam buku biografi Sultan HB IX, Takhta untuk Rakyat (1982).

Ironisnya, dalam buku-buku sejarah, data-data sejarah tidak ada jawaban yang pasti mengenai siapa penggagas atau inisiator SU 1 Maret yang monumental tersebut.

Menariknya, yang menjadi pembahasan sekarang ini hanya melulu mengenai pelaksananaan SU Maret 1949, jelas digambarkan bahwa laki-laki yang menjadi aktor utama dalam serangan itu adalah Letkol. Soeharto. Selama 32 tahun berkuasa, Soeharto seakan melakukan penggiringan bahwa dialah yang menggagas SU 1 Maret 1949, Sepeti film “Janur Kuning” misalnya, melukiskan kepahlawanan soeharto memimpin penyerangan Jogjakarta, kemudian “Majalah Tokoh Indonesia 24 Edisi Khusus 60 Tahun RI” juga menyebutkan bahwa Letkol Soeharto merancang dan melancarkan serangan umum ke sejumlah markas dan pos pertahanan tentara Belanda di dalam kota Yogya, tanggal 1 Maret 1949. Terlepas dari semua itu, SU 1 Maret yang terlanjur tercatat menjadi sejarah masih perlu pengkajian, agar tidak terkesan hanya melanggengkan kepentingan dan penokohan tehadap pelaku yang terlibat dalam peristiwa SU 1 Maret tersebut.

Ditengah kontroversi sejarah Serangan Umum 1 Maret 1949, satu fakta sejarah yang tidak terbantahkan adalah peran penting Radio Rimba Raya pada saat agresi militer Belanda ke II. Melalui informasi yang disiarkan Radio Rimba Raya yang berada di pedalaman Aceh, tepatnya di Aceh Tengah ( sekarang Bener Meriah ) tentang resolusi dewan keamanan PBB yang ditolak oleh Belanda yang disusul dengan propaganda Belanda bahwa Indonesia sudah tidak ada lagi, muncul gagasan untuk melakukan counter serta melakukan serangan spektakuler, hal inilah yang melatar belakangi Serangan Umum 1 Maret 1949.

Setelah melakukan serangan, sekitar 2 hari kemudian informasi keberhasilan kembali disiarkan oleh Radio Rimba Raya seperti di dalam Keterangan Website Sekretariat Negara Republik Indonesia “Radio Rimba Raya milik Republik di Sumatera, sekitar dua hari kemudian, mencatat bahwa serangan terhadap Yogyakarta dan pendudukan kota itu (adalah) prestasi militer yang luar biasa”.

Fakta sejarah tentang Radio Rimba Raya juga pernah disiarkan di TVRI nasional. Acara Forum Dialog tersebut berlangsung hari Jum’at tanggal 19 Desember 1998 pukul 21:30, pokok pembahasan yaitu sejarah PDRI (Pemerintah Darurat Republik Indonesia ), para peserta dialog malam itu yaitu Umar Said Noor mantan Wakil Kepala Stasiun Radio AURI Bukittinggi, Aboebakar Loebis mantan Diplomat RI, Bapak Halim mantan Wakil Gubernur Militer Sumatera Barat, dan didampingi oleh seorang sejarawan terkemuka Prof. Dr. Taufik Abdullah serta dengan moderator TVRI Bapak Purnama.

Dalam dialog tersebut terungkap peran pemancar Radio Rimba Raya yang memperlancar tugas pemerintahan PDRI.

Masih banyak lagi fakta sejarah lain yang mengungkap peran penting Radio Rimba Raya dalam perjuangan kemerdekaan. Anehnya, semua peristiwa ini tidak pernah mencuat dalam sejarah nasional Indonesia.

Data dan fakta tentang sejarah Radio Rimba Raya yang begitu mudah [di] hilangkan seakan memberikan pembenaran bahwa hanya peristiwa SU 1 Maret 1949 yang menyimpan kontoversi satu satunya bentuk perjuangan nasional yang mengesahkan keberadaan RI, jangan lupa! Radio Rimba Raya berperan menghantarkan Indonesia mendapatkan kedaulatannya melalui Konferensi Meja Bundar ( KMB ).

Akhirnya, lakukan penulisan, penggalian sejarah dengan benar, agar netralitas sejarah dapat dipertahankan. Jangan Lupakan Sejarah.

Zuhri Sinatra

Pemerhati Sejarah Gayo ( Aceh )

Warga Lut Tawar Membludak Saksikan Film RRR


Published on September 11, 2011 by

Takengon | Lintas Gayo : Berbeda dengan beberapa kali pemutaran film sejarah perjuangan Radio Rimba Raya sebelumnya di dataran tinggi Gayo, pada Sabtu (10/9/2011) malam warga Takengon memadati lapangan Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Totor Bale Takengon Kabupaten Aceh Tengah, khususnya kecamatan Lut Tawar.

Pemutaran film dengan gaya layar tancap ternyata lebih menyedot pengunjung daripada pemutaran di gedung atau laokasi resmi lainnya. Pengunjung yang terdiri dari berbagai kalangan umur, pria dan wanita tampak antusias menyaksikan film tersebut hingga kursi dan teratak yang disiapkan panitia tidak mampu menampung jumlah pengunjung. Hujan gerimis juga tidak mengurangi animo pengunjung yang hadir.

Acara yang dimulai sekitar pukul 21.00 Wib tersebut diawali dengan sambutan Camat Lut Tawar, Subhandhy yang menyatakan kegembiraannya atas respon warga menyaksikan film tersebut. “Sejarah Gayo banyak tidak diketahui lagi oleh generasi sekarang, mudah-mudahan dengan pemutaran film ini dapat menyadarkan kita akan pentingnya peranan Tanoh Gayo dalam perjalanan bangsa ini,” kata Subhandhy.

Sementara itu, Fikar W Eda yang diminta menjadi presenter acara menyatakan bahwa film sejarah Radio Rimba Raya merupakan karya putra Gayo, kota Takengon Ikmal Gopi yang juga hadir saat pemutaran film tersebut. Dengan berapi-api dengan gaya yang khas penyair berkaliber nasional ini memaparkan bahwa sejarah Gayo harus diselamatkan. Lantunan kalimat yang disampaikan dengan gaya bahasa puitis disambut tepuk tangan meriah dari pengunjung.

Fikar juga meminta agar warga hadir kembali di lokasi tersebut keseokan harinya Minggu (11/9/2011) sejak pagi pukul 10.00 Wib hingga petang karena ada sejumlah pementasan kesenian Gayo, pembacaan puisi, tari dan musik Gayo serta adanya pameran foto oleh para fotografer Gayo yang mengabadikan proses penelitian sejarah Urang Gayo di Loyang Mendale beberapa waktu silam.

Turut hadir dalam kesempatan tersebut tokoh pelaku sejarah perjuangan kemerdekaan HM Sidang Temas, unsur Pemerintahan Kampung, sejumlah tokoh muda Takengon dan pemerhati sejarah budaya Gayo.

Salah seorang panitia, Darmawan Masri, melalui Lintas gayo menyatakan terima kasihnya kepada semua pihak yang telah mendukung pemutaran film tersebut terutama masyarakat Hakim Bale Bujang yang telah berpartisipasi mendukung kegiatan. “Membludaknya warga yang hadir juga tidak terlepas dari peran aparat kampung di kecamatan Lut Tawar yang telah mengumumkan acara ini melalui pengeras suara Masjid dan Menasah yang ada dikecamatan ini,” terang Darmawan. (Windjanur)