Kamis, 16 Desember 2010

Film Radio Rimba Raya Masuk Nominasi FFI 2010

Jakarta- Film Dokumenter Radio Rimba Raya (R3) karya sineas asal Takengon, Aceh Tengah, Ikmal Gopi, berhasil lolos seleksi nominasi Festival Film Indonesia (FFI) 2010 kategori film dokumenter. R3 lolos bersama-sama dengan film Beasiswa Ala Banjau produser Metro TV, Hari-hari Terakhir Bung Karno karya Des Alwi, Serupa Tapi Tak Sama dan Cahaya Air, keduanya produksi Rumah Ide.
Panitia seleksi FFI mengumumkan lima nominator Film Dokumenter dalam satu acara di Batam, Minggu (28/11), yang disiarkan secara langsung melalui program "Dahsyat RCTI". Selain mengumumkan nominasi film dokumenter, Panitia FFI 2010 juga mengumumkan nominasi film pendek, yakni Angin, Kelas Lima Ratusan, Marni, Sang Penggoda dan Timun Mas.
Sutradara film dokumenter "Radio Rimba Raya" Ikmal Gopi yang dihubungi Serambi di Jakarta, Minggu, mengatakan bersyukur atas terpilihnya "Radio Rimba Raya" sebagai nominator FFI 2010. "Ini sebuah kejutan bagi saya. Saya mengharapkan dukungan semua pihak, terutama masyarakat Aceh agar film itu bisa mencapai prestasi maksimal," kata Ikmal Gopi, lulusan Jurusan Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta (IKJ).
Ikmal mengatakan, tujuan dirinya mengangkat cerita Radio Rimba Raya karena radio tersebut memiliki peran strategis dan penting dalam sejarah kemerdekaan Indonesia.
"Banyak yang tidak tahu tentang peran radio tersebut, termasuk masyarakat Aceh," kata anak muda kelahiran Takengon ini.
Anggota DPD asal Aceh Ir Mursyid menyampaikan apresiasi terhadap pembuatan film dokumenter Radio Rimba Raya tersebut. "Kita sedang mengupayakan film itu bisa diputar di arena parlemen Senayan, karena memuat nilai sejarah yang sangat penting, untuk membuka mata semua kita, bangsa Indonesia," kata Mursyid.
Ikmal Gopi menghabiskan waktu lebih dari lima tahun untuk menuntaskan film Radio Rimba Raya. Biaya pembuatan film itu diupayakan secara swadaya oleh Ikmal dan kawan-kawan. "Film ini belum tuntas sepenuhnya, karena masih butuh biaya. Saya kesulitan mendapatkan pembiayaan," kata Ikmal sedikit mengeluh.
Sebelumnya film "Radio rimba Raya" juga lolos seleksi Festival Film Dokumenter (FFD) 2010 program Kompetisi Dokumenter. kategori Panjang. Seleksi berlangsung pada tanggal 11-15 November 2010. Film-film yang sudah lolos seleksi selanjutnya menjadi finalis yang akan dinilai oleh satu tim dewan juri.
Radio Rimba Raya juga berhasil terpilih untuk Panorama (nonkompetisi) pada The First Asia-Africa International Film Festival dalam rangka Kompetisi Film Pendek-Bandung Spirit Award, yang penjuriannya dilakukan oleh perwakilan dari INFID, Yayasan Jurnal Perempuan, Koalisi Perempuan, dan Yayasan Pemantau Hak Anak. Film tersebut kemudian diputar dihadapan seluruh peserta festival yang bertempat di Bandung.
Film Radio Rimba Raya, berisi dokumentasi tentang peran Radio Rimba Raya yang pernah dipancarluaskan dari pedalaman Rimba Raya Aceh Tengah pada Agresi Militer Belanda 1949. Pesan-pesan perjuangan Radio Rimba Raya berhasil mempengaruhi opini dunia tentang keberadaan Indonesia yang ketika itu diklaim Belanda sudah "dilumpuhkan,"
(fik)

Jumat, 03 Desember 2010

Radio Rimba Raya / Radio of Revolution


Dir : Ikmal Gopi / 80′ / Kancamara

Radio Rimba Raya yang berada dalam hutan belantara Aceh (Gayo) memiliki peranan penting pada masa revolusi fisik 1948-1949. Perang urat syaraf terus dilancarkan melawan Radio Belanda di Medan, Radio Batavia dan juga Radio Hilversum di Belanda. Untuk menepis propaganda Belanda yang mengatakan “Indonesia Sudah Tidak Ada Lagi”, Radio Rimba Raya menyiarkan berita sampai ke luar negeri tentang kondisi Republik saat itu, mulai Serangan Umum 1 Maret 1949 hingga tercapainya kesepakatan Konferensi Meja Bundar (KMB).

Radio Rimba Raya, true to its name, located in a deep jungle in Aceh (Gayo) played important role in the time of physical revolution in 1948-1949. It conducts psywar against Dutch Radio in Medan, Batavia Radio also Hilversum Radio in Holland. In order to ward off the colonial propaganda Radio Rimba Raya broadcasted the current political condition of Republic Indonesia to the world. From Serangan Umum 1 Maret 1949 to Round Table Conference.