tag:blogger.com,1999:blog-12677251024302460522024-03-13T23:18:29.289+07:00Radio Rimba RayaRadio Perjuangan Rimba Rayahttp://www.blogger.com/profile/14451223361635021573noreply@blogger.comBlogger122125tag:blogger.com,1999:blog-1267725102430246052.post-50168406217837895002013-03-04T11:23:00.001+07:002013-03-04T11:23:06.913+07:00Kata mahasiswa Aceh di Bogor tentang Radio Rimba Raya<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Dia berharap Pemerintah Indonesia tidak melupakan sejarah masyarakat Aceh dan Radio Rimba Raya.<br />
<br />
ETTY RISMANITA<br />
Sabtu, 02 Maret 2013 15:40 WIB<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://2.bp.blogspot.com/-WgD51Xf1FpI/UTQZ1ddktHI/AAAAAAAAAXc/Ap_N-2EhtPU/s1600/Monumen+Radio+Rimba+Raya-Miko.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="233" src="http://2.bp.blogspot.com/-WgD51Xf1FpI/UTQZ1ddktHI/AAAAAAAAAXc/Ap_N-2EhtPU/s400/Monumen+Radio+Rimba+Raya-Miko.JPG" width="400" /></a></div>
<div id="article-body-blocks" style="padding-bottom: 3px;">
RADIO Rimba Raya adalah radio Republik Indonesia pada masa darurat
ketika ibu kota negara Jakarta dan Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda
dalam agresi militer. Tugu radio ini saat ini terletak di Rime Raya
Kecamatan Pintu Rime GayoKabupaten Bener Meriah.<br />
Seorang mahasiswa Aceh di Institut Pertanian Bogor (IPB), Yulizar
Kasma, mengatakan Pemerintah Indonesia saat ini tidak bisa begitu saja
melupakan sejarah Radio Rimba Raya.<br />
“Rimba Raya berperan sangat besar bagi keberlangsungan negara Republik
Indonesia. Dengan suara yang sayup dan lantang dari dataran tinggi Gayo
berita bahwa Indonesia masih ada terdengar ke dunia luar,” kata Yulizar
Kasma, Sabtu 2 Maret 2013.<br />
Yulizar yang juga Ketua Komunitas Peduli Pemuda Aceh (KPPA) ini
mengatakan sangat riskan jika sampai saat ini Pemerintah Indonesia di
Jakarta masih melihat Aceh dengan sebelah mata.<br />
“Semoga Pemerintah Pusat bisa melihat dengan bijak peranan masyarakat
Aceh dan Radio Rimba Raya dalam menjaga kedaulatan Indonesia,” katanya.
[]</div>
</div>
Radio Perjuangan Rimba Rayahttp://www.blogger.com/profile/14451223361635021573noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1267725102430246052.post-81479639347998819182013-03-04T11:19:00.002+07:002013-03-04T11:19:17.960+07:00April 2013, PWI Aceh gelar acara untuk Radio Rimba Raya<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="stand-first-alone" data-component="comp : r2 : Article : standfirst_cta" id="stand-first" itemprop="description">
Acara
itu, kata dia, digelar karena mengingat sejarah radio Rimba Raya
terkait erat dengan media di Indonesia dalam melakukan perlawanan
terhadap penjajahan Belanda.</div>
<div class="stand-first-alone" data-component="comp : r2 : Article : standfirst_cta" id="stand-first" itemprop="description">
<br /></div>
<div class="stand-first-alone" data-component="comp : r2 : Article : standfirst_cta" id="stand-first" itemprop="description">
JAUHARI SAMALANGA</div>
<div class="stand-first-alone" data-component="comp : r2 : Article : standfirst_cta" id="stand-first" itemprop="description">
Sabtu, 02 Maret 2013 15:19 WIB </div>
<div class="stand-first-alone" data-component="comp : r2 : Article : standfirst_cta" id="stand-first" itemprop="description">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://2.bp.blogspot.com/-3T7Vg4VJ3xA/UTQcIqhmNpI/AAAAAAAAAX4/c0fsL0MgC9A/s1600/Monumen+Radio+Rimba+Raya3-Miko.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="187" src="http://2.bp.blogspot.com/-3T7Vg4VJ3xA/UTQcIqhmNpI/AAAAAAAAAX4/c0fsL0MgC9A/s320/Monumen+Radio+Rimba+Raya3-Miko.JPG" width="320" /></a></div>
<div id="article-body-blocks" style="padding-bottom: 3px;">
PERSATUAN Wartawan Indonesia (PWI) Aceh siap memfasilitasi pemutaran
film dan diskusi tentang sejarah perjuangan Radio Rimba Raya, April 2013
di kantor PWI Aceh.<br />
Hal itu dikatakan Ketua PWI Aceh Tarmilin kepada ATJEHPOSTcom, di Kuta Alam, Banda Aceh, Sabtu 2 Maret 2013.<br />
Acara itu, kata dia, digelar karena mengingat sejarah radio Rimba Raya
terkait erat dengan media di Indonesia dalam melakukan perlawanan
terhadap penjajahan Belanda.<br />
Menurut Tarmilin, jasa Radio Rimba Raya memang patut didorong untuk
masuk pada kurikulum pendidikan sejarah di sekolah-sekolah Aceh, karena
peranannya begitu besar dalam memerdekaan Indonesia.<br />
"Kami siap, termasuk siap mendatangkan tokoh-tokoh yang memahami radio
tersebut, supaya sejarah Radio Rimba Raya mendapat perhatian khusus
pemerintah Aceh dan pemerintah Indonesia," ujarnya.[]<br />
<br />
</div>
</div>
Radio Perjuangan Rimba Rayahttp://www.blogger.com/profile/14451223361635021573noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1267725102430246052.post-57492804792726113902013-03-04T11:16:00.002+07:002013-03-04T11:16:28.347+07:00Hilversum vs Radio Rimba Raya<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Sebab zaman baru-baru merdeka itu, apa lagi dalam keadaan darurat, televisi sama sekali tidak membumi.<br />
<br />
REZA MUSTAFA<br />
Sabtu 02 Maret 2013 08:00 WIB<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://2.bp.blogspot.com/-jh9CIo0u0Sk/UTQgDJpEnYI/AAAAAAAAAYk/qJT8NQ4VrI0/s1600/agresimiliterbelanda.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="275" src="http://2.bp.blogspot.com/-jh9CIo0u0Sk/UTQgDJpEnYI/AAAAAAAAAYk/qJT8NQ4VrI0/s400/agresimiliterbelanda.jpg" width="400" /></a></div>
<div id="article-body-blocks" style="padding-bottom: 3px;">
Dalam sejarah perjuangan Indonesia, sudah jelas Serangan Umum 1 Maret
1949 akan tidak ada jika Belanda tak melancarkan agresi keduanya.
Setelah agresi militer jilid II Belanda berhasil menguasai Yogyakarta
pada 19 Desember 1948, Republik Indonesia yang baru seumur jagung itu
linglung.<br />
Presiden dan Wakil Presiden dengan segenap pembesar revolusi lainnya
ditawan. Saat itu Indonesia memang benar-benar dalam keadaan rawan.<br />
Untung saja, walaupun kondisi negara sedang di ujung tanduk, sebelum
tentara Belanda belum sempat masuk; Panglima Besar Soedirman yang dalam
keadaan sakit melapor ke Presiden. Setelah itu ia mengumumkan perintah
singkat ke seluruh Indonesia.<br />
Itu pesan di siar melalui radio saja. Sebab zaman baru-baru merdeka
itu, apa lagi dalam keadaan darurat, televisi sama sekali tidak membumi.<br />
Empat butir perintah singkat, yaitu: <em>1. Kita telah diserang</em>, <em>2. Pada tanggal 19 Desember 1948 angkatan perang Belanda menyerang kota Yogyakarta dan lapangan terbang Maguwo</em>, <em>3. Pemerintah Belanda telah membatalkan persetujuan gencatan senjat</em>a, <em>4. Semua angkatan perang menjalankan rencana yang telah ditetapkan untuk mengahadapi serangan musuh</em>.<br />
Pesan ini akhirnya sampai juga ke telinga pejuang-pejuang di Aceh.
Mereka menyebarkannya ke segala penjuru. Agar angkatan perang, rakyat
yang rela berjuang mesti siap-siap. Mesti cepat tanggap.<br />
Sementara sebelum ditawan, Soekarno, Mohd. Hatta, Syahrir dan beberapa
pembesar lainnya telah mengirimkan dua kawat. Satu ke Sumatera, tempat
Dr. Sjafruddin Prawiranegara melakukan kunjungan kerja, satunya lagi ke
India. Di India, Dr. Soedarsono, Dubes RI untuk India, L.N Palar, staf
kedutaan, dan A. A. Maramis, Menteri Keuangan sedang dalam usaha lobi
politik.<br />
Inti kedua kawat tersebut untuk membentuk Pemerintah Darurat Republik
Indonesia. Agar di mata dunia, walaupun ibukota Yogyakarta telah
diduduki agressor, Republik Indonesia tetap saja masih ada.<br />
Tapi zaman perang dipenuhi propaganda. Pada zaman penuh desing peluru
itu, Belanda sangat gencar berpropaganda. Gencar membolak-balikkan <em>haba</em>.<br />
Melalui siaran radionya, Radio Nederland Wereldomroep (RNW) atau
dikenal orang ramai dengan sebutan Hilversum, berkabar bahwa Indonesia
telah tamat. Berita itu sekejap tersiar setelah angkatan perangnya
berhasil menduduki Yogyakarta dan menawan para pembesar negara. Dunia
pun hampir saja percaya.<br />
Di Aceh, para pejuang bertindak cepat. Serangan melalui media harus
dibalas dengan media. Itu makanya perangkat radio beserta alat
pemancarnya, tanggal 20 Desember 1948 diangkut diam-diam. Dari Banda
Aceh ke Rime Raya. Kawasan hutan belantara di dataran Gayo sana.<br />
Hingga dalam keadaan yang serba genting, Radio Rimba Raya pun buka
suara. Ada banyak catatan berbeda tentang tanggal berapa mulai pertama
siarannya. Yang jelas, corongnya sampai juga ke negara-negara tetangga.
Bahkan dengan bantuan relay radio-radio negara luar, suara Indonesia
sampai juga ke negara-negara Eropa.<br />
“Republik Indonesia masih ada. Karena pemimpin Republik Indonesia masih
ada. Tentara Republik masih ada. Pemerintah republik masih ada. Wilayah
republik masih ada. Dan di sini adalah Aceh.”*<br />
Sampai di sini, dunia tergugah. Di India, Konferensi Asia untuk
membicarakan status Republik Indonesia digelar dan diikuti 19 negara.
Hasilnya? Satu dari sekian butir-butir konferensi berbunyi: Belanda
harus angkat kaki dari tanah Republik Indonesia.<br />
Zaman itu Hilversum kalah. Propagandanya tidak mempan membenamkan
Indonesia. Radio Rimba Raya yang letaknya jauh di pedalaman Aceh terus
mengudara. Sampai dunia tergugah mengakui kedaulatan Republik Indonesia.<br />
Sekarang, Radio Rimba Raya hanya ditemukan dalam buku sejarah. Tugunya
tegak berdiri. Tapi siarannya nihil. Sementara Hilversum yang sempat
dikalahkan isunya itu masih saja mengudara dalam media dengar dunia.
Jika tak dihidupkan lagi, mungkin tidak aneh kalau sejarah Radio Rimba
Raya hanya akan dianggap mitos belaka. Tragis betul!<br />
<em>*Ilustrasi dalam film dokumenter Sejarah Perjuangan Radio Rimba Raya, karya Ikmal Gopi.</em><br />
<strong>Sumber :</strong> berdasarkan bacaan-bacaan buku sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia.<br />
<strong>Reza Mustafa, anggota Komunitas Kanot Bu, Banda Aceh.</strong><br />
</div>
</div>
Radio Perjuangan Rimba Rayahttp://www.blogger.com/profile/14451223361635021573noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1267725102430246052.post-38389074974381666982013-03-04T11:12:00.001+07:002013-03-04T11:12:32.776+07:00Radio Zendstation te Sabang, awal mula Radio Rimba Raya?<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Cornelius Johannes de Groot, seorang insinyur muda berbakat lulusan
Sekolah Politeknik di Delft, Belanda, memimpin pembangunan stasiun
pemancar.<br />
<br />
ALBINA ARAHMAN<br />
Jum'at 01 Maret 2013 22:20 WIB<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://2.bp.blogspot.com/-myBzsHIW7ig/UTQfFt-CXtI/AAAAAAAAAYY/rW3B40GcoAM/s1600/foto+stasiun+radio+sabang+(sekarang+di+lokasi+SMP+2+Imeule)+foto+artikel+2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="372" src="http://2.bp.blogspot.com/-myBzsHIW7ig/UTQfFt-CXtI/AAAAAAAAAYY/rW3B40GcoAM/s640/foto+stasiun+radio+sabang+(sekarang+di+lokasi+SMP+2+Imeule)+foto+artikel+2.jpg" width="640" /></a></div>
<div id="article-body-blocks" style="padding-bottom: 3px;">
MENYUSURI Jalan Chik Ditiro yang diteduhi pohon-pohon asam Belanda yang
rindang, melewati masjid Agung Babussalam yang megah, kompleks
perumahan Telkom yang terawat rapi, Rumah Sakit Angkatan Laut J.
Lilipory yang kokoh dan penuh kenangan. Tak dinyana jalan bernama
Radiodwarsweg pada abad yang lalu, jalan yang menurun dan mendaki
hingga ke Ie Meule tepatnya tepian pantai Balee Pasie yang berpasir
putih gading nan indah ini, lengkap dengan sebuah stasiun pemancar
radio nirkabel yang begitu menggema kemegahannya.<br />
Satu abad telah berlalu, penduduk, perumahan, dan sarana kehidupan pun
bertambah padat. Hampir tak bersisa sebuah tanda kemegahan dan
kecanggihan komunikasi zaman itu. Kecuali sebuah tembok beton tua
berukuran 2,5 x 2,5 meter setinggi lima meter di depan stadion Sabang
Merauke.<br />
Beton yang hanya menjadi lahan parkir ketika pertandingan sepak bola
berlangsung atau tempat tempel menempel poster ketika pilkada dan pemilu
yang lalu, Padahal ia adalah saksi sejarah yang menjadi tumpuan
pengikat dari tegaknya sebuah menara baja setinggi tujuh puluh lima
meter, sebuah ukuran menara raksasa pada masanya.<br />
Dari menara inilah panggilan diterima dan berita dipancarkan, melintasi
jarak dua belas ribu kilometer antara negeri kincir angin Belanda dan
wilayah koloninya di timur Asia. Melalui kode morse telegraf atau pun
kamar bicara seharga lima belas gulden per tiga menitnya, yang
dilengkapi dengan corong bicara dan pendengar suara yang diletakkan di
telinga. “Hello Den Hag! Hier Sabang! (hallo Denhag! Ini Sabang!)”.<br />
Mungkin aneh kedengarannya bagi kita yang hidup pada era
telekomunikasi yang sudah sangat canggih dengan peluang bicara dan
bertatap muka yang sangat mudah dan murah dengan siapapun dan di
belahan dunia manapun. Tetapi ada banyak orang yang telah mendedikasikan
waktu dan ilmunya dalam rentang masa yang sangat panjang untuk
kenyamanan yang kita nikmati hari ini.<br />
Komunikasi radio telegrafi lintas negara dan lautan tanpa kabel
dimulai sejak William H. Preece dan Graham Bell mengembangkan sistem tak
terbatas telegrafi dan mentransmisikan sistem induksi pada tahun 1892.
Sejak itu, tiga perusahaan besar, yaitu Branly Pop dari Paris,
Telefunken dari Berlin, dan Marconi dari London, mengembangkannya
sebagai sarana politik dan komersil ke manca negara.<br />
Awalnya, Belanda adalah salah satu negara yang sangat bergantung pada
Inggris dalam hal pertelekomunikasian. Tetapi sebagai bangsa dan negara
perdagangan dengan wilayah koloni luar negeri yang besar, mempunyai
minat yang kuat untuk memiliki hubungan internasional yang cepat dan
baik. Terutama setelah pesan-pesan melalui kabel-kabel telegrafi milik
Inggris mengalami penyensoran.<br />
RadioTelegrafi tampaknya menjadi alternatif jalan keluar terhadap
ketergantungan untuk jaringan fisik yang penting ini. Bagaimanapun,
tujuan akhirnya adalah jaringan radio telegrafi langsung antara Belanda
dan koloni-koloninya di luar negeri. Dan stasiun pemancar radio
telegrafi pun didirikan hampir serempak di tiga tempat di Hindia Belanda
bagian barat, yaitu Aruba, Bonaire, dan Curacao; dan di tujuh tempat di
Hindia Belanda bagian timur, yaitu Batavia, Cirebon, Makasar,
Pare-pare, Radjave, Situbondo, dan salah satunya di Sabang. Sedangkan
stasiun pemancar utama dari pelayanan telegrafi nirkabel ini didirikan
di Amsterdam pada tahun 1908.<br />
Tepat seratus tahun yang lalu, yaitu 1910, bukan tanpa alasan Belanda
menjadikan Sabang sebagai tempat dibangunnya stasiun pemancar ini.
Walaupun hanya sebuah pulau kecil di ujung Sumatra, Sabang merupakan
daerah netral di kawasan Timur Kolonial Hindia Belanda yang memiliki
fasilitas pelabuhan yang lengkap dengan stasiun pengisi bahan bakar
batu bara, air bersih dan galangan kapal bagi kapal-kapal dagang maupun
kapal-kapal pemerintah, juga stasiun radar, dan lapangan udara.<br />
Dengan bahan terbaik, peralatan lengkap, dan teknisi yang trampil,
stasiun pemancar ini selesai pada tahun 1911 dengan call letters (kode
panggilan) SAB dan panjang gelombang, yaitu 300 meter dan 600 meter.<br />
Stasiun ini didirikan persis di kompleks SMP Negri 2 Ie Meulee
sekarang. Pilihan lokasi jatuh pada kawasan pantai Ie Meulee karena
topografinya yang datar, di depan laut, dan menghadap ke utara, tepatnya
ke arah negeri Belanda di Benua Biru Eropa. Sehingga tak ada halangan
untuk menangkap dan memancarkan gelombang radio. Stasiun radio ini
dilengkapi dengan pembangkit listrik sendiri dan kompleks perumahan bagi
pegawainya yang terletak di depan RSAL J. Lilipory dan sekarang menjadi
perumahan Telkom.<br />
Adalah Cornelius Johannes de Groot (1883-1927), seorang insinyur muda
berbakat lulusan Sekolah Politeknik di Delft, Belanda, yang memimpin
pembangunan stasiun-stasiun pemancar ini. Selama 18 bulan setelah
kelulusannya, ia bekerja di General Electric Company di Berlin. Pada
tahun 1908 ia pindah ke Hindia Belanda, bekerja pada layanan telegraf
dan akhirnya menjadi Kepala Teknis Telegraph dan Telepon Hindia Belanda.<br />
De Groot mengadakan investigasi gelombang radio di daerah tropis dan
studi telegrafi nirkabel di Eropa dan Amerika. Ia juga mengunjungi
perusahaan Telefunken di Berlin dan melakukan uji coba sinyal di Nauen,
Jerman, yang saat itu menjadi stasiun pemancar terkuat di dunia. Dan
pada 15 Desember 1915, sinyal dari Nauen dapat ditangkap di Sabang.
Semua investigasi dan uji cobanya dirangkum dalam sebuah tesis yang
berjudul radio telegrafi di daerah tropis dan memberinya gelar Doktor
pada tahun 1916.<br />
De Groot memang seorang pelopor radio pemancar yang selalu mempunyai
pemikiran yang berbeda. Serangkaian uji sinyal lainnya menghasilkan
penerapan gelombang pendek untuk radio telefon yang membawa banyak
keuntungan bagi kepentingan politik, militer, dan tentu saja ekonomi.
Stasiun Malabar dengan antena horisontalnya adalah bukti dari
kecerdasannya untuk mengatasi keterbatasan sumberdaya dan biaya, dan
keberaniannya untuk menerapkan ide yang berbeda dari teori yang berlaku
umum.<br />
Pada masa pendudukan Jepang tahun 1942, dengan diungsikannya hampir
semua warga Eropa dari Sabang, maka stasiun pemancar ini tidak lagi
digunakan karena mereka membawa unit radio pemancar sendiri untuk
berhubungan dengan armada pasukannya. Tetapi tentara Jepang tetap
mengawasi kompleks Radio Zenstation dengan ketat siang dan malam agar
tak bisa digunakan oleh beberapa warga Eropa yang tersisa. Salah satunya
adalah dokter Colen, kepala rumah sakit jiwa yang berusaha mengadakan
kontak dengan pihak tentara sekutu dan akhirnya menerima nasibnya di
ujung pedang algojo Jepang di Batee Shok.<br />
Pada tanggal 19 April 1944, Komandan Armada Timur Pasukan Sekutu
melaksanakan serangan pengalihan perhatian untuk merebut kembali
Hollandia (sekarang Jayapura) dan wilayah timur dari tangan Jepang.
Sabang dipilih sebagai sasaran serangan karena mempunyai fasilitas
pelabuhan yang lengkap dan merupakan basis pertahanan Jepang di wilayah
barat.<br />
Dalam penyerangan yang disebut operasi cockpit ini, ditugaskan 22 kapal
perang, termasuk dua kapal induk dari Angkatan Laut Britania Raya,
Angkatan Laut Australia, Angkatan Laut Perancis, Angkatan Laut Kerajaan
Belanda, Angkatan Laut Selandia Baru, dan Angkatan Laut Amerika Serikat.
46 buah pesawat pengebom dan 37 pesawat penyerang melengkapi kapal
induk Illustrious dan Saratoga. Serangan tak terduga pada pukul 5.30
pagi itu tentu saja sangat mengejut tentara Jepang dan menimbulkan
kepanikan.<br />
Tetapi serangan pasukan sekutu yang sesungguhnya untuk merebut kembali
wilayah barat dari pendudukan Jepang terjadi pada dinihari tanggal 25
Juli di tahun yang sama. Sudah dapat dipastikan tentara Jepang tak dapat
berkutik dalam menghadapi serangan kedua dengan kekuatan yang lebih
besar ini.<br />
Dua penyerangan pasukan sekutu ini menghancurkan beberapa instalasi
fasilitas di Sabang. Diantaranya adalah stasiun pemancar radio di Ie
Meulee. Dan sampai Belanda menyerahkan Sabang pada pemerintah RI tahun
1950, stasiun pemancar radio itu tak pernah dibangun lagi. Untuk
sementara waktu itu tahun 1948, Belanda menggunakan gedung Societeit
(sekarang gedung PDAM) untuk basis komunikasi radionya.<br />
Tak dinyana lagi berbagai kisah dan lautan emosi mengalir melantun
dalam sinyal-sinyal telepon antara Sabang dan negeri-negeri lainnya
diberbagai belahan dunia, cerita dan tangisan warga eropa ketika
meletusnya perang dunia ke dua, ketika sabang hancur dan luluh lantak
peradaban di atasnya.<br />
Seorang ibu tua berdiri dalam udara yang dingin di depan kantor pos & telegraf.<br />
“Sabang sudah terhubung, nyonya,” kata petugas dengan ramah pada si ibu
yang tiba-tiba muncul binar di matanya. Dengan gemetar di kaki yang
kaku ia meraih mikropon. Dan kemudian ia mendengar, oh Tuhan.......,
suara lembut anaknya :<br />
“Halo! Sabang! Halo! Sabang!”<br />
“Ya, ibu... disinilah aku.”<br />
“Halo anak baik...bagaimana kabarmu, sayang ?” katanya dengan terisak.<br />
“Aku baik-baik saja, ibu. Bagaimana dengan ibu ? Halo!”<br />
Lalu ia hanya mengatakan : “Banyak sekali yang ingin aku ceritakan pada ibu,”<br />
“Anakku sayang, ibu sudah menabung berbulan-bulan. Ini adalah gulden yang terakhir,”<br />
“Ibu, masih empat tahun lagi sebelum aku pulang ke Holland,”<br />
“Halo sayang. Ibu rindu sekali padamu,” katanya masih dengn terisak.<br />
“Ibu, aku akan membawa pulang cucumu,”<br />
Bebepara saat kemudian ia mendengar suara menggemaskan : “Nenek....nenek.”<br />
“Halo!”<br />
“Ya, ibu. Di sini aku,”<br />
Ia tidak menjawab. Ia hanya mendengar isakan. Tet..te..tet... suara
telepon Sabang itu pun terputus... terputus selamanya...ketika Sabang
diserang dari berbagai sisi... hilang.. (sabang, penghujung Maret
1942...)<br />
<strong>Kaitannya dengan Radio Rimba Raya</strong><br />
Ada yang menarik saat membuka catatan-catatan sejarah di lembaga Sabang
Heritage Society, sebuah lembaga komunitas pemerhati warisan sejarah
kota Sabang. Ditambah lagi saat ini sedang hebohnya sejarah Radio Rimba
Raya di Aceh Tengah (Rime Raya). Bahkan juga hebatnya kisah dan peran
Radio Rimba Raya dalam perjuangan kemerdekaan ini malah kini diusulkan
untuk dijadikan cerita wajib dalam pelajaran sejarah di sekolah di Aceh.<br />
Beranjak dari berbagai cerita tentang Radio Rimba Raya saya terusik
ketika menemukan beberapa fakta dan kaitan sejarah antara Rimba Raya dan
radio di Sabang milik pemerintah Belanda di Sabang. Tidak banyak yang
tahu bahwa di Sabang saat itu tahun 1908 sudah berdiri radio modern yang
mampu memancarkan frekuensi hingga ke Eropa sebagaimana yang telah
diceritakan dalam tulisan di atas.<br />
Salah satu kaitan antara Radio Rimba Raya dan Radio Sabang adalah
Kontroversi tentang asal mula perangkat Radio Rimba Raya yang hingga
kini masih tanda tanya. Dalam catatan historis perangkat Radio Rimba
Raya yang kini tersimpan di Jogja hanya disebutkan bahwa perangkat radio
tersebut hasil seludupan dari Malaya.<br />
Bahkan dalam catatan di Museum Tentara Nasional Indonesia di Jogja
tempat perangkat radio tersebut kini bersemayam hanya dituliskan bahwa
perangkat radio ini berasal dari Sumatera/Aceh. Saya patut berasumsi
bahwa perangkat Radio Rimba Raya ini sebenarnya adalah perangkat Radio
Sabang yang berhasil diseludupkan oleh pejuang Aceh yang berada di
Sabang ke Kutaraja. Tepatnya ketika Jepang menguasai kota Sabang
stasiun radio ini kemudian dikuasai Jepang.<br />
Ketika Jepang menguasai Sabang mulai Maret tahun 1942 hingga Juli 1944.
Semua perangkat radio ini masih berfungsi dengan baik, hingga kemudian
meletuslah serangan besar-besaran sekutu yang berbasis di Kepulauan
Sailon Srilangka menyerang Pulau Weh Sabang. Salah satu sasaran serangan
sekutu ini adalah stasiun radio Sabang ini yang hari ini hanya tinggal
puing-puing saja.<br />
Besar dugaan bahwa perangkat radio Sabang ini berhasil diambil oleh
pejuang-pejuang Aceh dan menjadi cikal bakal Radio Rimba Raya. Ditambah
lagi dari cerita para orang tua di Sabang bahwa meskipun Jepang
menguasai Sabang saat itu namun mereka tidak mampu mengoperasionalkan
perangkat radio ini secara maksimal sehingga Jepang tidak terlalu ambil
pusing dengan perangkat radio ini.<br />
Kecuali mereka mengkhawatirkan dan memasang kecurigaan terhadap warga
Belanda yang masih tinggal di Sabang yang akan menggunakan fasilitas
radio ini untuk komunikasi seperti halnya Dokter Colon seorang dokter
rumah sakit jiwa sabang yang kemudian dipancung oleh tentara Jepang di
Desa Batee shok Sabang yang dituduhkan oleh Jepang adalah bahwa dia
berkomunikasi keluar Sabang bahkan ke negeri Belanda dengan fasilitas
radio ini.<br />
Ketika Jepang kalah di Sabang melalui serangan sekutu bulan Juli tahun
1944 praktis perangkat-perangkat elektronik milik Belanda seperti radio
Sabang ini terbengkalai dan tidak ada yang mengunakan hingga kemudian
tentara KNIL masuk kembali ke Sabang akhir tahun 45. Karena dari sumber
lisan yang didapat menceritakan bahwa sejak Jepang kalah dan Belanda
masuk kembali ke Sabang akhir tahun 1945, tidak terdengar lagi info
tentang perangkat radio Sabang milik Belanda ini.<br />
Maka dugaan bahwa perangkat ini diambil oleh para pejuang Aceh dan
menjadi cikal bakal radio Rimba Raya menjadi hipotesa kami selaku
pemerhati warisan sejarah kota Sabang.<br />
Mudah-mudahan sekelumit catatan dan analisa sejarah dari Sabang ini
mampu menambah khazanah sejarah Radio Rimba Raya yang benar-benar
berperan penting dalam fase perjuangan kemerdekaan Indonesia.[]<br />
<br />
*Albina Arahman adalah Direktur Eksekutif Sabang Heritage Society<br />
Albina_sabang@yahoo.co.id<br />
</div>
</div>
Radio Perjuangan Rimba Rayahttp://www.blogger.com/profile/14451223361635021573noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1267725102430246052.post-85665863912492341622013-03-04T11:09:00.000+07:002013-03-04T11:09:00.071+07:00Pendopo Bireuen; cerita kamar Soekarno dan studio Radio Rimba Raya<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="stand-first-alone" data-component="comp : r2 : Article : standfirst_cta" id="stand-first" itemprop="description">
Di dalam bangunan itu, ada kamar yang pernah jadi tempat Soekarno tinggal. Sekarang, dinamakan Kamar Soekarno.</div>
<div class="stand-first-alone" data-component="comp : r2 : Article : standfirst_cta" id="stand-first" itemprop="description">
<br /></div>
<div class="stand-first-alone" data-component="comp : r2 : Article : standfirst_cta" id="stand-first" itemprop="description">
MS SULTAN</div>
<div class="stand-first-alone" data-component="comp : r2 : Article : standfirst_cta" id="stand-first" itemprop="description">
Jum'at 01 Maret 2013 21:20 WIB</div>
<div class="stand-first-alone" data-component="comp : r2 : Article : standfirst_cta" id="stand-first" itemprop="description">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://4.bp.blogspot.com/-zC7WVdedehY/UTQeRfr7crI/AAAAAAAAAYM/gZsXs3WPfhs/s1600/pendopo-.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="280" src="http://4.bp.blogspot.com/-zC7WVdedehY/UTQeRfr7crI/AAAAAAAAAYM/gZsXs3WPfhs/s400/pendopo-.JPG" width="400" /></a></div>
<div id="article-body-blocks" style="padding-bottom: 3px;">
PENDOPO Bireuen terletak di Jalan Mayjen (Purn) T Hamzah Bendahara.
Kawasan alun-alun kota masih berdiri tegak. Bangunan lama itu belum
berubah. Meski di belakangnya dibangun gedung lantai dua. Bangunan
bersejarah itu masih dipertahankan bentuknya.<br />
Beberapa waktu lalu, dinding bangunan itu didempul rekanan pemeliharaan
bangunan pendopo, sehingga rata. Padahal dinding kayu bangunan itu ada
ulirnya. Melihat itu Bupati Bireuen Ruslan M Daud minta ulir-ulir di
dinding bangunan pendopo itu dikembalikan seperti semula.<br />
Bangunan pendopo itu pula, suatu waktu, Soekarno berkunjung dan
bermalam di sana. Sampai kini kamar tempat Soekarno menginap dinamakan
dengan Kamar Soekarno. Dan di bangunan ini pula, letak studio Radio
Rimba Raya yang menyuarakan kalau Indonesia masih ada.<br />
Ali Rasyid Djuli atau HAR Djuli, seorang tokoh masyarakat Bireuen yang
mengetahui sedikit banyak seluk-beluk radio rimba raya, Jumat 1 Maret
2013, mengatakan studio radio “suara merdeka” itu dipasang di salah satu
ruangan Pendopo Bireuen sekarang, setelah dibawa dari Sungai Yu, Aceh
Timur.<br />
Pendopo Bireuen adalah tempat tinggal Kolonel Hussein Yoesoef, Panglima
Divisi X Komademen Sumatera, Langkat dan Tanah Karo yang berkedudukan
di Bireuen. Katanya, pemancar Radio Rimba Raya dipasang di ketinggian
kawasan perkebunan karet di kawasan Krueng Simpo, Kecamatan Juli,
Bireuen.<br />
“Lama-lama letak studio radio itu ketahuan pasukan Belanda yang
melakukan agresi pertama, sehingga diserang dengan pesawat udara. Maka
setelah berbulan-bulan mengudara dengan studio di pendopo dan pemancar
di Krueng Simpo, radio itu dilarikan tentara Indonesia ke Cot Gue, Banda
Aceh,” ujar Ali Rasyid.<br />
Ali mengatakan oleh Kolonel Hoesin Yoesoef, selain untuk menyuarakan
berita-berita tentang Indonesia ke luar negeri, saluran radio itu juga
dipakai untuk menyiarkan acara hiburan atau acara umum. Biasanya dengan
memutar lagu-lagu perjuangan untuk mengobarkan semangat juang melawan
Belanda.<br />
Ali mengatakan tidak tahu persis di mana letak lokasi pemancar Radio
Rimba Raya yang dipasang di Krueng Simpo. Seingatnya, pemancar itu
dipasang pada ketinggian perbukitan kawasan kebun karet, sebelah barat
Jalan Bireuen-Takengon kini. []<br />
</div>
<div class="stand-first-alone" data-component="comp : r2 : Article : standfirst_cta" id="stand-first" itemprop="description">
<br /></div>
</div>
Radio Perjuangan Rimba Rayahttp://www.blogger.com/profile/14451223361635021573noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1267725102430246052.post-81245301344610802252013-03-04T11:04:00.001+07:002013-03-04T11:05:08.083+07:00 Isi relay radiogram PDRI kepada Jawaharlal Nehru melalui Radio Rimba Raya<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Negara-negara Asia meyakini bahwa Indonesia telah menyerah kepada
Belanda, berkat propaganda yang diluncurkan negara Kincir Angin
tersebut.<br />
<br />
REZA MUSTAFA<br />
Jum'at 01 Maret 2013 19:08 WIB<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://2.bp.blogspot.com/-OGys4ph1llU/UTQdJ6YHTFI/AAAAAAAAAYA/lGn1Dro3VIw/s1600/20120830_105947_rimba+raya-2.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="205" src="http://2.bp.blogspot.com/-OGys4ph1llU/UTQdJ6YHTFI/AAAAAAAAAYA/lGn1Dro3VIw/s320/20120830_105947_rimba+raya-2.JPG" width="320" /></a></div>
<div id="article-body-blocks" style="padding-bottom: 3px;">
PERANAN Radio Rimba Raya turut mengubah persepsi negara-negara peserta
Konferensi Asia yang berlangsung di New Delhi, 23 Januari 1949.<br />
Sebelumnya negara-negara Asia meyakini bahwa Indonesia telah menyerah
kepada Belanda, berkat propaganda yang diluncurkan negara "Kincir Angin"
tersebut.<br />
Berdasarkan buku karangan TA Talsya berjudul <i>Sekali Republiken Tetap Republiken (Perjuangan Kemerdekaan di Aceh tahun1949)</i>
menuliskan, menyambut keputusan Konferensi Asia mengenai masalah
Indonesia di New Delhi yang disimpulkan dalam sebuah resolusi,
Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) mengirimkan radiogram
kepada ketua konferensi tersebut, Pandit Jawaharlal Nehru.<br />
Radiogram itu disiarkan pada malam 23 Januari 1949 melalui RRI di Banda
Aceh dan direlay oleh Radio Rimba Raya di suatu tempat di Aceh Tengah.<br />
Berikut isi radiogram tersebut :<br />
<i>“pres asia conf pjm p j nehru d/p dr maramis menteri luar negeri
rep indonesia di newdelhi ttk no.50/pdri tgl 23/1/49 ttk pjm ttk pdri
telah mengetahui pokokpokok sepenuhnja daripada resolusi jang telah
diambil oleh conf asia ttk sekalipun putusan itu menrt hemat kami blm
sesuai dgn harapan kami koma terutama oleh karena tdk dimasukkan dim
putusan itu pengakuan dejure thd republik ttk pengakuan dejure ini kami
pandang sbg esentieel karena itulah djaminan jg sesempurnanja bahwa bid
tdk akan menjerang rep dan alasan bahwa itu adalah urusan dim negeri
semata mata ttk tetapi oleh karena kami jakin bahwa negaranegara asia jg
mengambil keputusan itu djuga selandjutnya akan memberikan bantuan
sepenuhnja untuk mendjamin terbentuknja negara indonesia jg merdeka dan
berdaulat selambatnja pada tgl 1 januari 1950 koma maka djuga atas
perasaan solidariteit dgn negara2 jg ikut konf itu kami menerima
resolugi itu dgn penuh rasa tanggungdjawab ttk perlu kami kemukakan satu
hal jakni bahwa akan dilakukan pengembalian tempattempat rep dan kerdja
kembali pemerintahnja didlm tempattempat tsb kami akan mendjumpai
kekurangan kekurangan jg sangat besar terutama didlm lapangan keuangan
koma perhubungan dan perekonomian pada umumnja sbg akibat dari serangan
bid koma kesukaran mana sukar akan diatasi koma kalau kita tidak dapat
bantuan dari negara negara sahabat kami ttk atas djasa-djasa pjm dan
pemerintah lainnja jg ikut serta dim asia konf pdri mengutjapkan banjak
terimakasih koma djuga atasnama rakjat indonesia ttk mudahmudahan
keputusan asia konf jg tlh diterima baik dapat diterima oleh dewan
keamanan serikat bangsabangsa sebab apabila kurang daripada ini tentu
bagi kami akan sukar dapat menerimanja full stop<br />
pdri”</i>.[]<b>(bna)</b></div>
</div>
Radio Perjuangan Rimba Rayahttp://www.blogger.com/profile/14451223361635021573noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1267725102430246052.post-24624114248939688772013-03-04T10:59:00.003+07:002013-03-04T10:59:46.821+07:00Komisi G DPR Aceh: Sejarah Radio Rimba Raya harus masuk kurikulum<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Suara dari rimbalah yang mengantar Indonesia merdeka. Propaganda Belanda ketika itu mengatakan kalau Indonesia sudah menyerah.<br />
<br />
FIQIH PURNAMA<br />
Jum'at 01 Maret 2013 18:35 WIB<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://2.bp.blogspot.com/-3T7Vg4VJ3xA/UTQcIqhmNpI/AAAAAAAAAX0/I1Uy1cpUp5s/s1600/Monumen+Radio+Rimba+Raya3-Miko.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="187" src="http://2.bp.blogspot.com/-3T7Vg4VJ3xA/UTQcIqhmNpI/AAAAAAAAAX0/I1Uy1cpUp5s/s320/Monumen+Radio+Rimba+Raya3-Miko.JPG" width="320" /></a></div>
<div id="article-body-blocks" style="padding-bottom: 3px;">
RADIO Rimba Raya harus dilestarikan dan juga harus masuk dalam
kurikulum pelajaran sejarah. Hal ini disampaikan Anggota Komisi G Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh yang membidangi masalah Agama dan Budaya,
Jemarin.<br />
"Saya sering ke sana, tempatnya di Bener Meriah. Saat ini sudah bagus
dan telah dipagar monunmen radio tersebut. Radio Rimba Raya harus
dilestarikan dan kalau bisa masuk dalam pelajaran sejarah anak sekolah,"
ujarnya, Jumat 1 Maret 2013.<br />
Dia menganggap pengetahuan mengenai radio itu penting dimasukkan
pelajaran sejarah, karena menurutnya hanya radio itulah yang menyuarakan
Indonesia masih ada.<br />
"Suara dari rimbalah yang mengantar Indonesia merdeka. Propaganda
Belanda ketika itu mengatakan kalau Indonesia sudah menyerah, namun
lewat radio itu dunia tahu Indonesia masih ada," tuturnya.<br />
Dia juga menyampaikan pada masyarakat Aceh untuk bersama-sama melestarikan sejarah Radio Rimba Raya itu.[]<strong>(bna)</strong><br />
</div>
</div>
Radio Perjuangan Rimba Rayahttp://www.blogger.com/profile/14451223361635021573noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1267725102430246052.post-22172578112982829822013-03-04T10:56:00.000+07:002013-03-04T11:00:22.916+07:00Di mana perangkat Radio Rimba Raya sekarang?<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Namun, sama sekali tidak ada keterangan lain tentang Radio Rimba Raya di situ. Termasuk peran ketika kemerdekaan.<br />
<br />
JAUHARI SAMALANGA<br />
Jum'at 01 Maret 2013 18: 10 WIB<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://2.bp.blogspot.com/-E_ml1m9tSus/UTQbKUohZiI/AAAAAAAAAXk/3CpXo1o8PnA/s1600/perangkat+rimba+raya.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="187" src="http://2.bp.blogspot.com/-E_ml1m9tSus/UTQbKUohZiI/AAAAAAAAAXk/3CpXo1o8PnA/s320/perangkat+rimba+raya.jpg" width="320" /></a></div>
RADIO Rimba Raya terus berperan sampai pengakuan kedaulatan Republik
Indonesia oleh Pemerintahan Belanda pada 27 Desember 1949 di Jakarta,
hasil Konferensi Meja Bundar di Den Haag.<br />
Setelah itu, radio dimuseumkan. Perangkat tua radio Rimba Raya kini menurut <i>Wikipedia, </i>teronggok di salah satu sudut ruang Museum Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat Yogyakarta.<br />
Perangkat itu teregistrasi dengan Nomor 60.607.318. Di situ tertera
sebuah keterangan pendek, “Pemancar hasil selundupan dari Malaya,
digunakan oleh Pemerintah RI di Sumatera/Aceh 1948.”<br />
Namun, sama sekali tidak ada keterangan lain tentang Radio Rimba Raya
di museum itu. Peran Radio Rimba Raya sebagai penyelamat Indonesia dan
satu-satunya radio yang menyuarakan keberadaan Indonesia, setelah
Jogjakarta jatuh ke tangan Belanda, juga tidak dituliskan.<br />
Ikmal Gopi, pembuat fim dokumenter Radio Rimba Raya membenarkan informasi lokasi perangkat radio itu sekarang.<br />
Setelah pengakuan Belanda kepada Republik Indonesia, kata dia, seluruh
perangkat radio diserahkan ke Jakarta untuk memudahkan informasi pusat.<br />
Lalu, kata Ikmal, dari Jakarta perangkat radio dibawa ke Magelang, karena di Jakarta sudah diganti perangkat baru.<br />
Namun Ikmal mengaku tidak mengetahui kelanjutan informasi tentang
radio, karena penjaga museum juga tidak bisa menjelaskannya, kecuali
disebut radio dari Sumatera saja.<br />
"Di Perangkat itu ada bertuliskan Radio Sumatera/Aceh Smokel," ujar Ikmal Gopi.[](rz)</div>
Radio Perjuangan Rimba Rayahttp://www.blogger.com/profile/14451223361635021573noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1267725102430246052.post-5086554955346447602013-03-04T10:50:00.001+07:002013-03-04T10:50:35.343+07:00Antena Radio Rimba Raya ditemukan Sultan secara tidak sengaja<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Sultan terkejut dan bingung barang apa ini dan selanjutnya memberitahukan kepada masyarakat lainnya<br />
<br />
ZULKARNAIN<br />
Jum'at 01 Maret 2013 17:10 WIB<br />
<br />
<div id="article-body-blocks" style="padding-bottom: 3px;">
<a href="http://4.bp.blogspot.com/-WgD51Xf1FpI/UTQZ1ddktHI/AAAAAAAAAXY/cAW2JvFDLGM/s1600/Monumen+Radio+Rimba+Raya-Miko.JPG" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="185" src="http://4.bp.blogspot.com/-WgD51Xf1FpI/UTQZ1ddktHI/AAAAAAAAAXY/cAW2JvFDLGM/s320/Monumen+Radio+Rimba+Raya-Miko.JPG" width="320" /></a>
AWALNYA masyarakat Kampung Rime Raya Kecamatan Pintu Rime Gayo, Bener
Meriah tidak mengetahui kalau di daerahnya ada Radio Rimba Raya di
daerahnya.<br />
Hal ini dikisahkan Salmah, salah satu warga Kampung Rime Raya yang
rumahnya persis di samping tugu rimba raya kepada ATJEHPOSTcom, Jumat 1
Maret 2013.<br />
Menurut Salmah, dulunya sekitar 30 puluh tahun lalu lokasi tugu Radio
Rimba Raya tanahnya dibeli oleh Sultan, seorang petani kopi. Waktu itu,
kata dia, daerah itu masih hutan belantara.<br />
Setelah tanah itu dibeli, kata dia, Sultan kemudian membersihkan hutan
tersebut untuk dijadikan kebun kopi. Saat membersihkan semak-semak
terlihat antena radio di atas batu besar berukuran 1x1 meter.<br />
"Sultan terkejut dan bingung barang apa ini dan selanjutnya memberitahukan kepada masyarakat lainnya," katanya.<br />
Temuan ini membuat warga berbondong-bondong ingin menyaksikan antena
radio rimba raya tersebut. Salah satu warga setempat, Aman Jus yang juga
ikut melihat langsung mengatakan itu antena Radio Rimba Raya.<br />
"Radio yang mengabarkan kepada dunia kalau Indonesia masih ada dan juga
mengabarkan kepada dunia kemerdekaan Indonesia," ujar Salmah mengutip
pernyataan Aman Jus waktu itu.<br />
Aman Jus mengetahui cerita itu karena saat Radio Rimba Raya mengabarkan
kepada dunia tentang Indonesia, dia masih berumur 12 tahun. Saat itu
Aman Jus duduk di kelas 6 Sekolah Rakyat. M<br />
endengar cerita tersebut, ATJEHPOSTcom bertandang ke rumah Aman Jus.
Namun saksi sejarah itu tidak bisa ditemui karena sedang tidak berada
ditempat.[]<strong>(bna)</strong><br />
</div>
</div>
Radio Perjuangan Rimba Rayahttp://www.blogger.com/profile/14451223361635021573noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1267725102430246052.post-77827547862274712512013-03-04T10:44:00.000+07:002013-03-04T10:44:05.692+07:00Kisah dua wartawan pengelola Radio Rimba Raya<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Tujuannya, untuk membantu penyelenggaraan siaran pemancar tersebut bersama-sama tenaga yang telah ada.<br />
<br />
REZA MUSTAFA<br />
Jum'at 01 Maret 2013 15:55 WIB<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://4.bp.blogspot.com/-AUE0aawo8XQ/UTQYWW010YI/AAAAAAAAAXM/Ps3q-6rCMrI/s1600/TA+Talsya.JPG" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="187" src="http://4.bp.blogspot.com/-AUE0aawo8XQ/UTQYWW010YI/AAAAAAAAAXM/Ps3q-6rCMrI/s320/TA+Talsya.JPG" width="320" /></a></div>
SAAT perangkat pemancar Radio Rimba Raya dibawa dari Cot Gue, Aceh
Besar, ke Aceh Tengah pada 20 Desember 1948, Komandan Angkatan Perang
Divisi X TNI, Kolonel Husein Yoesoef memiliterisasi dua orang wartawan.
Tujuannya, untuk membantu penyelenggaraan siaran pemancar tersebut
bersama-sama tenaga yang telah ada.<br />
Hari itu juga Kolonel Husein Yoesoef lewat surat penetapan Nomor
DX/309/AP/48, mengangkat T. Alibasjah Talsya dan Abddullah Arif menjadi
Letnan II TNI.<br />
Letda Talsya bertugas pada Komando Penerangan Divisi untuk menghimpun dan menyusun berita.<br />
Sementara Letnan II Abdullah Arif meneruskannya kepada pemancar di
Ronga-ronga dan bertugas di Ronga-ronga, mengelola radio rimba raya
tersebut.<br />
Talsya merupakan sastrawan Aceh yang pada masa peperangan aktif dalam
dunia jurnalistik. Sejak 1942, Talsya menjadi redaktur surat kabar Atjeh
Sinbun (1942-1945) bersama-sama dengan A. Gani Mutyara, dan Abdullah
Arif, yang dipimpin oleh A. Hasjmy.<br />
Sebelum menjadi Anggota TNI Divisi X Komandemen Sumatera dengan pangkat
Letnan II, Talsya juga sudak aktif berjuang dalam Barisan Pemuda
Indonesia (BPI) yang kemudian berubah nama menjadi Pemuda Republik
Indonesia (PRI) dengan jabatan Sekretaris Pertama Dewan Penerangan
Markas Daerah Aceh.<br />
Saat itu Belanda melancarkan agresi militer kedua. Hilversum, radio
milik Belanda membuat pengumuman kepada dunia, Republik Indonesia telah
jatuh. Indonesia sudah tidak ada lagi. Dunia sempat tercengang, sempat
percaya. Tapi itu tak lama. Belanda luput.<br />
Seperti dituliskan T.A. Talsya dalam bukunya <em>Modal Perjuangan Kemerdekaan</em>, dari sebuah gunung di dataran tinggi Aceh, Radio Rimba Raya mengudara.<br />
Dengan daya pancar satu kilowatt dan bekerja pada frekuensi 19,25 dan
61 meter, Radio Rimba Raya membuka siaran: “Suara Radio Republik
Indonesia”, “Suara Indonesia Merdeka”, “Radio Rimba Raya”, “Radio Divisi
X”, “Radio Republik Indonesia”.<br />
Para penyiarnya adalah W. Schutz, Raden Sarsono, Abdullah Arief, M.
Syah Asyik, Syarifuddin, Ramli Melayu, Syarifuddin Taib, Syamsudin Rauf,
dan Agus Sam.<br />
Siaran yang mengabarkan Indonesia masih ada itu sampai juga ke telinga
penduduk di Semenanjung Melayu (Malaysia), Singapura, Saigon (Vietnam),
Manila (Filipina) bahkan Australia dan Eropa. mendengarkan siarannya.
Indonesia selamat dari propaganda Belanda.[]<br />
</div>
Radio Perjuangan Rimba Rayahttp://www.blogger.com/profile/14451223361635021573noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-1267725102430246052.post-42585357532886287682013-03-04T10:38:00.001+07:002013-03-04T10:38:19.746+07:00Laksamana Muda John Lie, penyelundup peralatan Radio Rimba Raya<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Berita The Outlaw berhasil menembus blokade Belanda di Selat Malaka rupanya disiarkan di radio BBC dan All Indian<br />
<br />
IHAN NURDIN<br />
Jum'at 01 Maret 2013 13:53 WIB<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://1.bp.blogspot.com/-sbE0gZVL81w/UTQXChztqwI/AAAAAAAAAXA/7-Ehh3-E-I8/s1600/John+Lie-uniqpost.1com.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="187" src="http://1.bp.blogspot.com/-sbE0gZVL81w/UTQXChztqwI/AAAAAAAAAXA/7-Ehh3-E-I8/s320/John+Lie-uniqpost.1com.jpg" width="320" /></a></div>
<div id="article-body-blocks" style="padding-bottom: 3px;">
TANGGAL 1 Maret merupakan tanggal penting bagi Indonesia. Karena pada 1
Maret 1949 silam TNI melakukan serangan besar-besaran terhadap kota
Yogyakarta. Serangan tersebut telah dipersiapan dan direncanakan oleh
militer Indonesia di wilayah Divisi III/GM III dengan melibatkan
beberapa pucuk pimpinan pemerintah sipil setempat berdasarkan instruksi
dari Panglima Besar Sudirman. Serangan besar-besaran ini kemudian
dikenal dengan Serangan Umum 1 Maret 1949.<br />
Tujuan serangan ini tak lain adalah untuk membuktikan kepada dunia
internasional bahwa TNI yang berarti adalah Republik Indonesia
keberadaannya masih cukup kuat. Dengan begitu bisa memperkuat posisi
Indonesia dalam perundingan yang saat itu sedang berlangsung di Dewan
Keamanan PBB.<br />
Sebagaimana tercatat dalam situs Wikipedia tujuan utamanya untuk
mematahkan moral pasukan Belanda dan membuktikan pada dunia bahwa TNI
mempunyai kekuatan untuk melakukan perlawanan. Pada saat itu Soeharto
sebagai komandan brigade X/Wehrkreis III turut serta sebagai pelaksana
lapangan di wilayah Yogyakarta.<br />
Berita tentang perlawanan dan perjuangan setelah kemerdekaan Indonesia
tersebut kemudian disiarkan di seluruh daerah melalui radio. Termasuk di
Aceh melalui <a href="https://atjehpost.com/read/2013/03/01/41991/0/39/Radio-Rimba-Raya-Suara-kemerdekaan-dari-Aceh-" target="_blank">Radio Rimba Raya</a>.
Radio tersebut mengudara dari pedalaman wilayah Aceh di Kabupaten Aceh
Tengah. Daerah itu kini telah dimekarkan dan masuk ke teritori Kabupaten
Bener Meriah. Tanpa siaran informasi dari <a href="https://atjehpost.com/read/2013/03/01/42007/15/5/Informasi-di-Tugu-Radio-Rimba-Raya-dinilai-keliru" target="_blank">Rimba Raya </a>berita perjuangan Indonesia tentu tidak akan diketahui oleh masyarakat luas, khususnya di ujung Sumatera.<br />
Mengudaranya <a href="https://atjehpost.com/read/2013/03/01/42003/413/6/Ini-trailer-film-dokumenter-Radio-Rimba-Raya" target="_blank">Radio Rimba Raya</a>
tak terlepas dari peran sosok Laksamana Muda John Lie. Bagi generasi
sekarang nama John Lie mungkin tak terlalu familiar. Catatan-catatan
tentang dirinya juga sangat minim dan tidak ada yang pernah mengungkap
sosoknya secara utuh. ATJEHPOSTcom memperoleh cerita tentang sosok
Laksamana Muda John Lie dari berita yang diturunkan majalah Kartini
edisi 24 Desember 2009-7 Januari 2010 lalu. Cerita tentang sosok berani
tersebut diperoleh dari istrinya Ny Margaretha Dharma Angkuw.<br />
Pemerintah RI menjelang peringatan Hari Pahlawan pada 9 November 2009
mengangkatnya sebagai Pahlawan Nasional. Sekaligus memberikan
penghargaan Bintang Mahaputera Adipradana yang diserahkan langsung oleh
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada istrinya.<br />
John Lie dilahirkan di Manado pada 9 Maret 1911 dari pasangan pengusaha
Cina yang sukses Lie Kae Tae dan Oei Tjeng Nie Nio. Karir kelautannya
dimulai sebagai mualim kapal pelayaran niaga KPM milik Belanda. Setelah
keluar dari KPM ia bergabung dengan Kesatuan Rakyat Indonesia (KRIS). Ia
dikenal sangat relijius dan lembut kepada semua orang.<br />
Pada tahun 1945 John Lie menikahi Margaretha, beberapa bulan setelah
kemerdekaan RI. “Bapak memang bilang, mau menikah kalau Indonesia sudah
merdeka. Sebelum Indonesia merdeka Bapak tidak mau menikah,” kata
Margaretha sebagaimana ditulis Kartini.<br />
Soal cerita perjuangan suaminya, Margaretha mengaku hanya tahu sedikit.
John Lie dikenal sangat tertutup soal perjuangannya. Itu karena ia tak
ingin kebaikan-kebaikan yang dilakukannya banyak diketahui orang.
Margaretha hanya bercerita sebanyak yang ia tahu. Di masa revolusi fisik
John Lie cukup tenar di kalangan pejuangan kemerdekaan, ia juga
disegani pasukan Belanda.<br />
Tahun 1946 ia diterima di Angkatan Laut RI dengan pangkat Kapten. John
Lie mengganti namanya menjadi Jahja Daniel Dharma. Saat itu meski
Indonesia sudah menyatakan kemerdekaannya namun pasukan Belanda yang
didukung sekutunya masih berada di Indonesia. Setelah Jepang kalah atas
peristiwa Hiroshima dan Nagasaki Belanda rupanya berencana untuk kembali
menjajah Indonesia. Saat menjadi Kapten, John Lie pernah bertugas di
Cilacap dan berhasil membersihkan ranjau yang ditanam Jepang untuk
menghadapi pasukan Sekutu. Pangkatnya pun naik menjadi Mayor. Tugas
pertamanya waktu itu mengamankan kapal yang mengangkut komoditas ekspor
Indonesia untuk diperdagangkan ke luar negeri, guna mengisi kas negara
yang kian tipis.<br />
Ia juga dikenal sering berhasil menembus blockade Belanda di perairan
Selat Malaka. Dengan kapal tua yang kecil ia sering berlayar di malam
hari dan tanpa lampu. Kapal yang dinahkodainya saat itu bernama The
Outlaw. Belanda dengan segala cara terus berupaya menghentikan aksi John
Lie dan awak kapal lainnya. Namun Belanda selalu gagal. Berita The
Outlaw berhasil menembus blokade Belanda di Selat Malaka rupanya
disiarkan di radio BBC dan All Indian dan menggemparkan dunia.
Negara-negara di luar sana hampir tak percaya tentara Indonesia mampu
melakukan hal itu.<br />
Kondisi ini membuat para diplomat Indonesia seperti Sjahrir, KH Agus
Salim, LN Palar dan Soedjatmiko di PBB semakin mudah memperkuat
argumentasi mereka. Bahwa negara RI meski baru merdeka tapi masih tetap
eksis. Hal itu sekaligus menggugurkan provokasi Belanda yang menuduh
bahwa tentara Indonesia hanya sekumpulan gerombolan dan kaum ekstrimis.<br />
Pada 21 Juli 1947 ia harus menyelundupkan peralatan radio dari Malaya
untuk kepentingan Komando Tentara Republik Indonesia Divisi Gajah-I
melalui Selat Malaka. Dari Selat Malaka mereka menuju Sungai Yu, Kuala
Simpang, Aceh Tamiang hanya dengan kapal kecil. Kapal kecil dipilih
dengan pertimbangan lebih lincah dan mudah menerobos. Satu kapal berisi
peralatan, satu lagi berisi 12 tentara yang bertugas mengelabui patrol
Belanda di Selat Malaka.<br />
Sementara kapal yang dikomandoi John Lie mengangkut radio sampai ke
Kuala Yu. Di kuala tersebut ia disambut Nukum Sanani atas perintah Abu
Daoed Beureueh. Peralatan radio tersebut kemudian digunakan untuk siaran
Radio Rimba Raya oleh Komandan Tri Divisi X, Kolonel T. Hoesin Joesoef,
sebagai pemancar siaran umum. Hingga tahun 1950 Radio Rimba Raya masih
mengudara untuk menyampaikan berita kemerdekaan dan menyiarkan radiogram
kepada wakil pemerintah di luar negeri.<br />
Setelah operasi Permesta pada tahun 1958-1959, John Lie dikirim ke
India selama setahun untuk belajar di Defence Service Staff College,
Wellington. Tahun 1960 diangkat menjadi anggota DPR Gotong Royong dari
unsure TNI AL. antara tahun 1960-1966 ia menjabat kepala inspektur
pengangkatan kerangka kapal di seluruh Indonesia. Sebelumnya pada tahun
1961 Presiden Soekarno menganugerahkan tanda jasa kepahlawanan
kepadanya.<br />
Ia mengakhiri pengabdiannya di TNI AL pada Desember 1966 dengan pangkat
terakhir Laksamana Muda. Hingga pensiun ia dikenal sebagai purnawirawan
perwira tinggi Angkatan Laut Indonesia.<br />
John Lie meninggal dunia pada 27 Agustus 1988 karena stroke. Ia
dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Pada 10 November
1995 Presiden Soeharto menganugerahi Bintang Mahaputera Utama untuknya.
Ia juga pertama dalan sejarah Indonesia, putra bangsa keturunan Tionghoa
yang mendapat gelar Pahlawan Nasional dari Pemerintah RI.<br />
“Saya sangat bersyukur, beliau sudah tidak ada tapi pengabdiannya yang
tak kenal pamrih selalu diingat pemerintah dan bangsa ini. Saya juga
mengucapkan terimakaish pada semua pihak yang sudah mendukung Bapak,
sehingga sekarang Bapak diakui sebagai Pahlawan Nasional,” kata
Margareth kepada Kartini.[] (ihn)<br />
</div>
<br />
</div>
Radio Perjuangan Rimba Rayahttp://www.blogger.com/profile/14451223361635021573noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1267725102430246052.post-62965570817458263612013-02-26T14:25:00.000+07:002013-02-26T14:25:25.944+07:00 Perlu Kesepakatan Nasional Jadikan Sjafruddin Mantan Presiden RI<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Rabu, 09/11/2011 12:00 WIB<br />
<strong>Laurencius Simanjuntak</strong> - detikNews <br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://2.bp.blogspot.com/-CCXrBfzFAOs/USxi_sEJBAI/AAAAAAAAAWQ/HgelJGUFp14/s1600/Sjafrudin_prawiranegara.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://2.bp.blogspot.com/-CCXrBfzFAOs/USxi_sEJBAI/AAAAAAAAAWQ/HgelJGUFp14/s1600/Sjafrudin_prawiranegara.jpg" /></a></div>
<strong>Jakarta</strong> - Penganugerahan pahlawan nasional kepada MR
Sjafruddin Prawiranegara menguatkan dukungan agar ketua Pemerintahan
Darurat Republik Indonesia (PDRI) itu diakui sebagai mantan Presiden RI.
Namun, perlu kesepakatan nasional untuk mewujudkan itu.<br /><br />"Perlu
kesepakatan nasional dan kesepakatan politik untuk itu," kata mantan
Wakil Ketua MPR, AM Fatwa, saat berbincang dengan detikcom, Rabu
(9/11/2011).<br /><br />Fatwa sendiri menilai Sjafruddin telah berperan
sebagai Presiden RI saat memimpin PDRI pada 1948 hingga 14 Juli 1949.
Saat itu, Agresi Militer Belanda II berhasil melumpuhkan ibukota
Yogyakarta dan menawan Presiden Soekarno dan Wapres Mohammad Hatta.<br /><br />"Orang
yang sedang ditawan tidak mempunyai hak hukum untuk menjalankan
pemerintahan," kata Fatwa mengutip sejumlah pendapat pakar hukum tata
negara.<br /><br />Jasa Sjafruddin, kata Fatwa, juga tidak kecil bagi
kelanjutan perjuangan revolusi kemerdekaan saat itu. Sejarah mencatat,
perjuangan Sjafruddin dengan PDRI telah memaksa Belanda berunding dan
akhirnya melepaskan Soekarno-Hatta dari pengasingan.<br /><br />Lewat Radio
Rimba Raya, kata Fatwa, perjuangan PDRI akhirnya didengar badan dunia
PBB dan dunia internasional. Alhasil, PBB tetap mengakui Republik
Indonesia dan memaksa Belanda maju ke meja perundingan.<br /><br />"Tidak
hanya itu, Sjafruddin juga memimpin perang gerilya dari hutan ke hutan
di Bukit Tinggi," kata Fatwa yang bersama Sjafruddin menandatangani
Petisi 50 ini.<br /><br />Fatwa menjelaskan, kepemimpinan Sjafruddin di PDRI
juga atas kesadaran sendiri. Sebab, ketika Yogyakarta porak poranda,
mandat pembentukan PDRI itu tidak sampai kepadanya yang sedang bertugas
sebagai Menteri Kemakmuran di Bukti Tinggi.<br /><br />"Sesungguhnya itu kesadaran Pak Sjaruddin sebagai satu-satunya anggota kabinet yang berada di luar Jawa," kata Fatwa.<br /><br />Karena
perjuangannya itulah, kata Fatwa, Sjafruddin layak dianggap pernah
menjabat Presiden RI. Fatwa lebih sepakat dengan istilah 'mantan
presiden' bagi tokoh yang pernah menjabat presiden, ketimbang urutan
presiden. Sebab, urutan presiden berdasarkan waktu memerintah tidak
hanya akan menjadikan Soekarno presiden pertama.<br /><br />"Karena Soekarno kan memerintah kembali setelah ditawan," ujarnya.<br /><br /><br /><br /><b> (lrn/fay)</b></div>
Radio Perjuangan Rimba Rayahttp://www.blogger.com/profile/14451223361635021573noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1267725102430246052.post-60447354238153637262013-02-25T09:08:00.001+07:002013-02-25T09:08:37.139+07:00Rafly Cerita Soal Radio Rimba Raya Pada Masyarakat Aceh Jaya<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<b><span class="postDate">Sunday, February 24th, 2013</span> </b><br />
<br />
<a href="http://3.bp.blogspot.com/-5nk96ewSl1A/USrHgWeH0mI/AAAAAAAAAWA/splDPSymT0M/s1600/ref-300x200.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://3.bp.blogspot.com/-5nk96ewSl1A/USrHgWeH0mI/AAAAAAAAAWA/splDPSymT0M/s1600/ref-300x200.jpg" /></a><b>Calang | Lintas Gayo</b> – Penyanyi Rafly Kande berjanji akan
terus menyuarakan sejarah Aceh yang besar kepada dunia, termasuk sejarah
Radio Rimba Raya yang pernah disiarkan dari Hutan Bener Meriah.<br />
“Saya akan terus mengingatkan sejarah besar Radio Rimba Raya ini pada
dunia,” kata Rafly Kande pada pertemuan dengan masyarakat Panga, Aceh
Jaya, Sabtu (23/2/ 2013). Kehadiran Rafly di Aceh Jaya untuk
bersilaturahmi dengan masyarat Panga, Kecamatan tempat Rafly pernah
menjadi guru MIN.<br />
Dikatakan Rafly, sejarah besar yang terlupakan itu penting, karena
itu akan memberi semangat pada generasi Aceh pada masa mendatang. Itu
sebabnya dunia pun harus tau, selain Radio Rimba Raya sejarah lainnya
adalah dua pesawat Aceh yang menjadi cikal-bakal PT Garuda Indonesia
sekarang ini.<br />
“Cuma saya hanya dengan bernyanyi,” ucap Rafly.<br />
Kepada Lintas Gayo secara khusus Rafly menyebutkan, dia tidak
mempersoalkan dari mana sejarah itu, tetapi yang perlu diperhatikan
adalah kekuatan sejarah Aceh dimata dunia.<br />
“Radio Rimba Raya salah satu sejarah nasional yang hilang, saya akan
mempertahankannya. Lagu untuk radio Rimba Raya sudah saya siapkan, dan
kepada masyarakat Aceh saya juga akan sampaikan soal sejarah ini,” sebut
Rafly.<br />
Kedatangan Rafly ke Aceh Jaya dalam rangka bersilaturahmi dengan
masyarakat setempat. Dan pada kunjungan itu, Rafly juga mengunjungi
pertandingan Bola Kaki “Mukim Lageun Cup” di tengah penonton bola Rafly
dinobatkan untuk bernyanyi, dan mengalunlah lagu Seulanga dan Rakan Lon.<b>(LG-010/red.04)</b><br />
<div style="float: none; margin: 0px;">
<ins style="border: none; display: inline-table; height: 60px; margin: 0; padding: 0; position: relative; visibility: visible; width: 468px;"><ins id="aswift_1_anchor" style="border: none; display: block; height: 60px; margin: 0; padding: 0; position: relative; visibility: visible; width: 468px;"></ins></ins>
</div>
</div>
Radio Perjuangan Rimba Rayahttp://www.blogger.com/profile/14451223361635021573noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1267725102430246052.post-5468657869555078682013-02-22T10:12:00.000+07:002013-02-22T10:12:30.368+07:00Rafly Kande siapkan lagu untuk Radio Rimba Raya<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="stand-first-alone" data-component="comp : r2 : Article : standfirst_cta" id="stand-first" itemprop="description">
Lagu itu diciptakan untuk memberitahukan kepada dunia tentang kebesaran Aceh saat kemerdekaan Indonesia</div>
<div class="stand-first-alone" data-component="comp : r2 : Article : standfirst_cta" id="stand-first" itemprop="description">
<br /></div>
<div class="stand-first-alone" data-component="comp : r2 : Article : standfirst_cta" id="stand-first" itemprop="description">
<br /></div>
Jauhari Samalanga<br />
Kamis, 21 Februari 2012 17 :05 WIB <br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://1.bp.blogspot.com/-cPevZpvrnXI/USbh5QSnRQI/AAAAAAAAAVw/15BxSnAJVN4/s1600/rafly+di+aceh+besar.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="247" src="http://1.bp.blogspot.com/-cPevZpvrnXI/USbh5QSnRQI/AAAAAAAAAVw/15BxSnAJVN4/s320/rafly+di+aceh+besar.jpg" width="320" /></a></div>
<div id="article-body-blocks">
<strong><em>Rimba Raya radio Aceh nyoe<br />
Haba geusampoe ban sigom donya<br />
Geujak leuluah rabrata nanggroe<br />
nanggroe Acehnyoe pangkai merdeka...</em></strong><br />
SEPENGGAL lirik di atas diciptakan penyanyi Aceh Rafly Kande yang sedang mempersiapkannya untuk album berikut "Rafly".<br />
Lagu itu diciptakan untuk memberitahukan kepada dunia tentang kebesaran Aceh pada saat kemerdekaan Republik Indonesia.<br />
"Sejarah seperti Radio itu perlu kita catat dan lagukan," kata Rafly
kepada ATJEHPOST.com di Banda Aceh, Kamis 21 Februari 2013.<br />
Dikatakan Rafly, dia sudah menulis lirik tentang sejarah Acehyang
muatannya bukan cuma Radio Rimba Raya yang berhasilmenyoiarkan ke
seluruh dunia bahwa Indonesia masih ada, termasuk di dalamnya sejarah
cikal bakal kelahiran pesawat Garuda.<br />
"Lagu Ini saya pikir sangat perlu untuk generasi Aceh yang terputus dengan sejarah penting di Aceh," jelas Rafly.<br />
Namun penyanyi syiar dan syair Hasan Husen ini tidak menjabarkan kapan
lagu tersebut di rekam dan diedarkan. "Insya Allah dalam waktu dekat
sudah siap," kata Rafly.<br />
Pada kesempatan itu Rafly juga melalui Ipad Rafly menampakan lirik
Lagu tersebut didalam bahasa Indonesia. "Bahasa Indonesianya sudah kita
persiapkan juga," katanya.[]<strong>(bna)</strong><br />
</div>
</div>
Radio Perjuangan Rimba Rayahttp://www.blogger.com/profile/14451223361635021573noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1267725102430246052.post-80943894594166369712013-02-22T10:07:00.000+07:002013-02-22T10:07:08.310+07:001 Maret hari bersejarah untuk Aceh?<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Sejarah Aceh terkikis karena kerap dibiarkan begitu saja.<br />
<br />
Jauhari Samalanga<br />
Kamis, 21 Februari 2013 17 : 18 WIB<br />
<br />
<div id="article-body-blocks">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://1.bp.blogspot.com/-fWMJJn_DK3k/USbgjfNB1nI/AAAAAAAAAVk/IsCfQiMB0Do/s1600/ikmal.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="237" src="http://1.bp.blogspot.com/-fWMJJn_DK3k/USbgjfNB1nI/AAAAAAAAAVk/IsCfQiMB0Do/s320/ikmal.jpg" width="320" /></a></div>
SUTRADARA dan pembuat film dokumenter Radio Rimba Raya, Ikmal Gopi
meminta kepada Pemerintah Aceh untuk menyambut 1 Maret sebagai hari
bersejarah Aceh dalam memperjuangkan Kemerdekaan Republik Indonesia.
Kata dia, sejarah Aceh terkikis karena kerap dibiarkan hilang begitu
saja.<br />
"Pemerintah Aceh harus jeli pada sejarah seperti sejarah Radio Rimba
Raya yang menyebutkan Indonesia masih ada pada masa agresi Belanda
dulu," kata Ikmal Gopi via ponsel dari Jakarta kepada ATJEHPOSTcom,
Kamis 21 Februari 2013.<br />
Menurut sutradara muda asal Gayo itu, pemerintah Aceh perlu mendorong
sejarah yang nyaris terlupa sebagai dorongan kepada generasi mendatang.
Soal Radio Rimba Raya yang dibuat menggunakan dana sendiri itu,
merupakan sejarah penting bagi Indonesia.<br />
"Dalam hal ini Aceh sangat berperan memerdekakan Indonesia," tutur Ikmal.<br />
Radio Rimba Raya menyiarkan tentang kemerdekaan Indonesia ke seluruh
Dunia. Radio tersebut berada di kabupaten Bener Meriah. Satu-satunya
pembuat film yang mendokumentasikannya adalah sarjana film lulusan
Institut Kesenian Jakarta, Ikmal Gopi.[]<strong>(bna)</strong><br />
</div>
<div>
</div>
</div>
Radio Perjuangan Rimba Rayahttp://www.blogger.com/profile/14451223361635021573noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1267725102430246052.post-50109825038349794372012-09-10T12:46:00.001+07:002012-09-10T12:46:15.375+07:00Film Dokumenter Radio Rimba Raya akan Diputar di PENTAS Kupang<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<h6 class="dateline">
Minggu, 09 September 2012 13:15 WIB
</h6>
<div class="columnGroup ">
<h6 class="byline">
IHAN NURDIN </h6>
Film dokumenter Radio Rimba Raya garapan Ikmal Gopi akan diputar dan
menjadi bahan diskusi film sejarah dalam event Pekan Nasional Cinta
Sejarah ((PENTAS) yang diselenggarakan oleh Direktorat Sejarah dan Nilai
Budaya, Dirjen Kebudayaan, dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
pada 10-15 September 2012 mendatang di Kupang, Nusa Tenggara Timur.<br />
Melalui surat resminya Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya meminta agar
Ikmal Gopi bersedia menjadi pembahasnya. Selain Ikmal, juga ada Mukhlis
PaEni, Ketua Lembaga Sensor Film Kemendikbud yang ikut membahas film
berlatar belakang tanah Gayo tersebut.<br />
Acara ini akan diikuti oleh mahasiswa terbaik dari 33 Provinsi di
Indonesia. Untuk PENTAS tahun 2012 panitia mengangkat tema “Merawat
Ingatan dan Hikmah Sejarah dalam Memperkokoh ke Indonesia-an”.<br />
Ikmal Gopi merupakan pria kelahiran Takengon, Aceh Tengah. Ia
mengerjakan proyek film tersebut selama empat tahun, dan harus
berkeliling Indonesia untuk mengumpulkan data dengan menggunakan biaya
sendiri.<br />
Film ini menceritakan tentang perangkat radio tua yang diberi nama
Rimba Raya yang memiliki peran penting dalam proses kemerdekaan
Indonesia. Ikmal merupakan alumni Ikatan Kesenian Jakarta. Hingga kini
Ikmal terus berupaya agar film tersebut bisa menjadi salah satu
kurikulum pendidikan sejarah di Aceh.<br />
Film ini rencananya juga akan diputar di beberapa negara lain seperti Inggris, India dan beberapa negara di Eropa.[]<br />
<h6 class="byline">
</h6>
</div>
</div>
Radio Perjuangan Rimba Rayahttp://www.blogger.com/profile/14451223361635021573noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1267725102430246052.post-84624753757383859292012-09-10T12:43:00.002+07:002012-09-10T12:43:58.731+07:00Radio Rimba Raya, Pengabar Merdeka di Tengah Belantara<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<h6 class="dateline">
Kamis, 30 Agustus 2012 10:53 WIB
</h6>
<div class="columnGroup ">
<h6 class="byline">
ZULKARNAIN | Foto : ZULKARNAIN</h6>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://2.bp.blogspot.com/-ybemnVQszmY/UE19u4Tlf4I/AAAAAAAAAVQ/EM-k5cgFkJg/s1600/20120830_105947_rimba+raya-2.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="205" src="http://2.bp.blogspot.com/-ybemnVQszmY/UE19u4Tlf4I/AAAAAAAAAVQ/EM-k5cgFkJg/s320/20120830_105947_rimba+raya-2.JPG" width="320" /></a></div>
TUGU warna jingga itu berdiri tegak di bawah langit tengah hari yang
terik, 3 Agustus 2012. Ada lima “tangan” menghadap ke lima arah. Di
tengah tugu berdiri sebuah tiang mirip pemancar radio.<br />
Tugu ini terletak di tengah kebun kosong. Untuk menuju ke tempat ini
bisa melalui jalan kecil beraspal, sekitar 300 meter dari Jalan
Takengon-Bireuen.<br />
Di kaki tugu juga dibangun tangga dan tempat duduk bagi pengunjung.
Selain sebagai logo daerah, pemerintah setempat menetapkan tugu ini
sebagai objek wisata bersejarah.<br />
Inilah Tugu Radio Rimba Raya yang terletak di Desa Rime Raya, Bener
Meriah. Di bawah "tangan-tangan" tadi ada dua prasasti ukuran besar
dalam dua bahasa: Inggris dan Indonesia. Isinya bercerita tentang peran
Radio Rimba Raya memberitakan revolusi 1945 ketika perjuangan melawan
Belanda masih menyala-nyala.<br />
Menurut Ikmal Gopi, sutradara film dokumenter tentang radio tersebut,
bentuk tugu sudah beberapa kali mengalami perombakan. Sebelum dirombak,
kata Ikmal, pernah diadakan sayembara secara nasional untuk membuat
maket tugu. Sayembara dimenangkan warga Takengon. “Saya lupa siapa
namanya, tapi bentuknya yang sekarang berbeda dengan gambar yang menang
sayembara itu,” ujar Ikmal kepada The Atjeh Times, Rabu pekan lalu.<br />
Dalam buku berjudul Peranan Radio Rimba Raya terbitan Kantor Wilayah
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Aceh, disebutkan sebelum di Rime
Raya, pemancar radio dipasang di Krueng Simpo. Sementara studionya
dibawa ke kediaman Kolonel Husein Yoesoef, Komandan Tentara Republik
Indonesia Divisi Gajah I, di Bireuen.<br />
Radio menggunakan pemancar merek Marcori yang dibawa dari Malaysia oleh
Mayor John Lie. Ia penyeludup kelas wahid kala itu yang oleh Belanda di
juluki “The Greatest Smuggler of the Southeast”. Perangkat pemancar itu
didaratkan di Kuala Yu, Kuala Simpang. Di sana, John Lie disambut Nukum
Sanani atas perintah Daud Beureueh, Gubernur Militer Aceh, Langkat, dan
Tanah Karo. Setelah itu, perangkat radio dibawa ke Langsa dan
selanjutnya ke Bireuen.<br />
Namun, versi lain menyebutkan, pada awal agresi militer Belanda
pertama, 27 Juli 1947, perangkat pemancar dibawa Kapten NIP Karim (ada
yang menulisnya Nip Xarim). Ia Komandan Batalyon B di Tanjung Pura,
Langkat.<br />
Karim juga pernah menjabat Wakil Pemerintah Gubernur Militer Aceh dan
Tanah Karo yang berkedudukan di Pangkalan Brandan. Lalu, Husein Yoesoef
meminta NIP Karim membawa pemancar ke Bireuen.<br />
Ikmal Gopi yang meneliti riwayat John Lie menyebutkan, sang mayor
berangkat ke Singapura menumpang kapal Inggris pada 1947 saat meletus
agresi militer pertama. Baru pada September 1947, kata Ikmal, John Lie
singgah ke Pelabuhan Bilik Medan, lalu ke Pelabuhan Raja Ulak di Kuala
Simpang.<br />
Yang pasti, tak lama di Bireuen, beberapa bulan kemudian pemancar
dipindahkan ke Cot Gue, Kutaraja (Banda Aceh). Alasan pemindahan menurut
Ikmal karena kondisi keamanan dan untuk mempercepat pemberitaan
perjuangan kemerdekaan.<br />
Di Kutaraja pemancar radio dipasang di Cot Gue, sedangkan studio dibuat
dalam sebuah gedung peninggalan Belanda di Peunayong. Antara pemancar
dan studio terhubung kabel.<br />
Namun, ketika pemancar di Cot Gue sedang dipasang, Belanda melancarkan
agresi militer kedua pada 19 Desember 1948. Daud Beureueh memerintahkan
pemancar dipindahkan ke Gayo.<br />
Seperti tercatat dalam prasasti tadi, setelah Yogya jatuh, Belanda
mulai menguasai wilayah-wilayah lain di Indonesia, kecuali Aceh. Sehari
kemudian perangkat pemancar diberangkatkan secara diam-diam ke Aceh
Tengah, di Kampung Rime Raya, Kecamatan Timang Gajah. Pemancar tersebut
akhirnya didirikan di Krueng Simpo, sekitar 20 kilometer dari Bireuen
arah Takengon.<br />
Namun masalah timbul, tak ada mesin listrik. Ummi Salamah, istri Husein
Yoesoef berusaha mendapatkannya ke Lampahan dan Bireuen. Usaha itu
gagal. Mesin listrik akhirnya diperoleh Ummi dari Kuala Simpang. Beres
soal listrik, muncul masalah lain, kabel tak cukup. Setelah dicari kabel
akhirnya ditemukan di Lampahan dan Bireuen.<br />
Radio dibangun di pucuk gunung dan tersembunyi. Sebuah rumah juga
dibangun untuk tempat peralatan kelengkapan radio, sedangkan studio
radio berada di salah satu kamar rumah Husein Yoesoef.<br />
Pemasangan radio dilakukan beberapa desertir pasukan sekutu, seperti W.
Schult, Letnan Satu Candra, Sersan Nagris, Sersan Syamsuddin, Abubakar,
dan Letnan Satu Abdulah. Mereka tentara Inggris yang bergabung dengan
sekutu.<br />
Para desertir membantu membuat gubuk dan membangun radio sesuai dengan
keahlian masing-masing. Studio dibangun di bawah pohon tinggi dan
rindang. Antena ditancapkan di atas pohon. Di gubuk juga dipasang
pesawat radio penerima berita khusus.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
Dengan mesin diesel, radio mengudara sejak pukul 16.00 hingga 18.00
WIB. Selain bahasa Indonesia, beberapa bahasa asing digunakan saat
siaran seperti Inggris, Belanda, Arab, Cina, Urdu, India, dan Pakistan
Madras.<br />
Para desertir itulah yang menyiarkan siaran dalam bahasa asing. Seperti
tertera dalam prasasti di bawah tugu, sesudah mengudara menembus
angkasa, Radio Rimba Raya mengabarkan pada dunia bahwa Indonesia masih
ada.[]<br />
<h6 class="byline">
</h6>
</div>
</div>
Radio Perjuangan Rimba Rayahttp://www.blogger.com/profile/14451223361635021573noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1267725102430246052.post-32496204300258209392012-09-05T09:09:00.001+07:002012-09-05T09:09:39.320+07:00Saya Baru Tahu, Radio Rimba Raya Penyelamat Republik Ini<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<span class="postDate">Tuesday, September 4th, 2012</span><br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://4.bp.blogspot.com/-d-iAVl_ac6Q/UEa0O5H0PNI/AAAAAAAAAVA/ntM_QXnlK1k/s1600/maharadi-300x200.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="133" src="http://4.bp.blogspot.com/-d-iAVl_ac6Q/UEa0O5H0PNI/AAAAAAAAAVA/ntM_QXnlK1k/s200/maharadi-300x200.jpg" width="200" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<strong>Redelong | Lintas Gayo –</strong>
Ratusan santri pasantren Ahlussunnah Wal Jama’ah menyaksikanpemutaran
Film dokumenter sejarah perjuangan Radio Rimba Raya (RRR), Senin malam
(3/8) di halaman pasantren Alhussunnah Wal Jama’ah Kebun Baru Kecamatan
Wih Pesam Kabupaten Bener Meriah.</div>
<div style="text-align: justify;">
“Seru, asyik. Ada perang-perangnya,”
kata Bai Darusalam Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) kelas 1, saat
menyaksikan pemutaran flim dokumenter sejarah perjuang RRR.</div>
<div style="text-align: justify;">
Siswa kejuruan itu mengatakan, kendati
tidak seperti flim yang biasa ia tonton di rumah, dirinya merasa senang
bisa menyaksikan flim RRR itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
Meskipun para santri baru tahu dan
mengenal bahwa sejarah perjuangan RRR adalah corong yang membantah
propaganda Belanda yang menyatakan Indonesia telah kalah pada
penyerangan agresi ke II tahun 1948.</div>
<div style="text-align: justify;">
“Saya baru tahu bahwa Radio Rimba Raya adalah penyelamat Republik ini,” kata Zuryati, seorang santri lainnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Menurut Zuryati, dia belum pernah
membaca didalam buku ajar pendidikan sejarah tentang perjuangan Radio
Rimba Raya, padahal peran Radio Rimba Raya sangat penting, bahkan nyawa
bangsa indonesia berada di tangan Radio Rimba Raya,” kata Zuryati
berpendapat tentang flim itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
Sementara, Kepala Madrasah Aliyah
Kejuruan (MAK) Ahlussunnah Wal Jama’ah, Hadi Sutrisno menyampaikan rasa
terimakasihnya atas terlaksananya pemutaran flim dokumenter RRR
ini.”Berkat filem ini, santri kami telah mengenal sejarah ini,” kata
Hadi Sutrisno.</div>
<div style="text-align: justify;">
Disamping itu, Pimpinan pondok pasantren
Ahlussunnah Wal Jama’ah Tgk. H. Budiman, BA, dalam sambutanya saat
memulai pemutaran flim dokumenter sejarah perjuangan RRR mengatakan
bahwa perjuangan RRR adalah perjuangan terakhir Negara kesatuan Republik
Indonesia.</div>
<div style="text-align: justify;">
“Film dokumenter ini sangat penting
untuk di tonton oleh santri, ini merupakan salah satu media pembelajaran
untuk santri mengenal sejarah Republik ini,” kata Tgk. H. Budiman, BA.</div>
<div style="text-align: justify;">
Ikmal Gopi,alumnus IKJ yang
menyutradarai pembuatan film dokumenter Radio Rimba Raya mengatakan akan
terus bergeriliya ke sekolah-sekolah untuk memutar flim itu,” Sekuat
dan semampu saya, saya akan terus memperkenalkan flim ini kepada
generasi muda,” kata Ikmal kepada Lintas Gayo.</div>
<div style="text-align: justify;">
“Republik ini durhaka, dan saya tidak
mau menjadi pendurhaka kepada generasi muda, untuk itu saya akan terus
bergeliya memperkenalkan film ini,” ujarnya . Film Dokumenter RRR yang
dibuat Ikmal dengan biaya sendiri ini sudah diputar dibanyak kawasan di
Aceh dan Indonesia.</div>
<div style="text-align: justify;">
Ikmal bertekad akan terus memutar film
tentang masih eksisnya Indonesia ditengah gempuran Belanda setelah
Negara ini menyatakan kemerdekaannya. Maklumat Indonesia sudah merdeka
itu disampaikan dari pedalaman Rimba Raya Bener Meriah dalam beberapa
bahasa dunia.</div>
<div style="text-align: justify;">
Tak pelak, akibat siaran ini, pesawat
–pesawat perang Belanda mencari keberadaan stasiun Radio Rime Raya ini,
namun tak pernah berhasil. <strong>(Maharadi)</strong></div>
</div>
Radio Perjuangan Rimba Rayahttp://www.blogger.com/profile/14451223361635021573noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1267725102430246052.post-3373819747517271132012-09-03T15:28:00.000+07:002012-09-03T15:28:17.693+07:00Kacau !, Dinding Monumen Radio Rimba Raya Dikotori Coretan<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<span class="postDate">Sunday, September 2nd, 2012</span><br />
<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://3.bp.blogspot.com/-GpMqVcKkgfk/UERp91KIgbI/AAAAAAAAAUo/EDuJLsfcU2o/s1600/coret-RRR.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="145" src="http://3.bp.blogspot.com/-GpMqVcKkgfk/UERp91KIgbI/AAAAAAAAAUo/EDuJLsfcU2o/s200/coret-RRR.jpg" width="200" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<strong>Takengon | Lintas Gayo – </strong>Sungguh sangat<strong> </strong>disayangkan,
sebuah monumen yang menjadi sejarah mengudaranya Radio Rimba Raya yang
terletak di kampung Rime Raya Kecamatan Pintu Rime Gayo Kebupaten Bener
Meriah di coret-coret oleh orang yang tidak bertanggung jawab.</div>
<div style="text-align: justify;">
Ikmal Gopi, sang sutradara film
dokumenter sejarah perjuangan Radio Rimba Raya (RRR) ditemani saksi
hidup bagaimana radio itu mengudara Reje Mude Tukiran aman Jus, terlihat
galau saat berkunjung ke monumen bersejarah bagi bangsa Indonesia
tersebut, Sabtu 1 September 2012.</div>
<div style="text-align: justify;">
“Sedih saya melihat monumen ini jadi
tempat ajang melukis oleh tangan-tangan jahil orang yang tidak
bertanggung jawab”, kata Ikmal.</div>
<div style="text-align: justify;">
Seharusnya, tambah Ikmal tugu bersejarah
itu dirawat dan ditata dengan rapi dan bersih sehingga bisa menjadi
salah satu tujuan wisata di Kabupaten Bener Meriah.</div>
<div style="text-align: justify;">
“Jangankan di jadikan sebagai objek
wisata, petunjuk arah dari jalan Takengon-Bireun pun tak ada, sehingga
kebanyakan orang yang berkunjung pasti tidak mengetahui tempat pasti
dimana tugu RRR itu, ditambah dengan kondisi bangunan yang
dicoret-coret, maka akan menambah kekotoran dari monumen bersejarah
itu”, ujar Ikmal miris.</div>
<div style="text-align: justify;">
Sementara itu, juru kunci dari monumen
bersejarah RRR, Ancah yang selama ini menjaga dan membersihkan monumen
mengatakan, bahwa dirinya dan satu orang rekannya yang menjaga tugu RRR
tak bisa membendung aksi coret-coretan yang dilakukan kebanyakan oleh
para siswa yang berkunjung kesini.</div>
<div style="text-align: justify;">
“Saya tak mampu membendungnya, jika saya lihat mereka mencoretnya pasti saya tegur”, kata Ancah.</div>
<div style="text-align: justify;">
Aman Jus sendiri mengomentari, bahwa kesadaran masyarakat terutama anak-anak remaja saat ini sungguh sangat memprihatinkan.</div>
<div style="text-align: justify;">
“Mereka tak pernah memahami makna
sejarah dari tugu ini, perannya sangat besar mengantarkan republik ini
mempertahankan kemerdekaannya, jika radio ini tidak ada Indonesia hingga
saat ini mungkin belum merdeka”, tegas Aman Jus. <strong>(Darmawan Masri) </strong></div>
</div>
Radio Perjuangan Rimba Rayahttp://www.blogger.com/profile/14451223361635021573noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1267725102430246052.post-23978901423247086842012-09-03T15:24:00.000+07:002012-09-03T15:24:19.200+07:00Santri di Wih Pesam akan Saksikan Film Sejarah Perjuangan Radio Rimba Raya<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<span class="postDate">Saturday, September 1st, 2012</span><br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://4.bp.blogspot.com/-tBSIPYlFtrE/UERobPYR4JI/AAAAAAAAAUg/LT76ZlCE_lc/s1600/filmslite.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="176" src="http://4.bp.blogspot.com/-tBSIPYlFtrE/UERobPYR4JI/AAAAAAAAAUg/LT76ZlCE_lc/s200/filmslite.jpg" width="200" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<strong>Redelong | Lintas Gayo -</strong> Film dokumenter sejarah perjuangan Radio Rimba Raya (RRR) kembali akan diputar di Tanoh Gayo.</div>
<div style="text-align: justify;">
Kali ini atas permintaan pimpinan
Pesantren Terpadu Madrasah Tsanawiyah Swasta (MTsS) dan Madrasah Aliyah
Kejuruan (MAK) Ahlussunnah Wal Jama’ah, Tgk. H. Budiman, BA yang
berlokasi Kebun Baru Kecamatan Wih Pesam Kabupaten Bener Meriah.</div>
<div style="text-align: justify;">
“Ratusan santri pesantren tersebut akan
menyaksikan film RRR. Dan ini atas permintaan pimpinan pesantren
tersebut kepada saya beberapa hari lalu,” kata Ikmal Gopi, sutradara
film tersebut yang kebetulan sedang mudik lebaran ke Takengon, Jum’at 31
Agustus 2012.</div>
<div style="text-align: justify;">
Pemutaran film tersebut, menurut Ikmal
berdasarkan pengakuan pengelola pesantren untuk mengenalkan peran Gayo
dalam sejarah perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI dan akan
dilakukan Senin 3 September 2012 pukul 19.30 Wib.</div>
“Selama ini para siswa hanya diberi pelajaran sejarah yang terjadi di
daerah lain di Indonesia atau dunia. Sementara sejarah penting yang
terjadi di Tanoh Gayo tidak disosialisasikan. Karenanya mereka sangat
antusias untuk menonton film ini,” kata Ikmal.<br />
<div style="text-align: justify;">
Dia menyatakan apresiasinya atas gagasan
tersebut dan berharap semua pihak seperti itu, tidak melupakan sejarah
namun terus menggali sejarah.</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
“Semoga sejarah RRR segera dimasukkan dalam kurikulum pelajaran
sejarah Nasional. Dan tentu dimulai dari kita disini sebagai pemilik
sejarah itu,” harap Ikmal. <strong>(Win Aman/red.03)</strong><br />
<br />
</div>
Radio Perjuangan Rimba Rayahttp://www.blogger.com/profile/14451223361635021573noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1267725102430246052.post-65052003101657381042012-07-11T09:01:00.003+07:002012-07-11T09:01:29.809+07:00“Radio Rimba Raya” Raih Emas di FLS2N di Mataram<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="metas">
<span class="postDate">Tuesday, July 10th, 2012</span> | <span class="postAuthor">Oleh <a href="http://www.lintasgayo.com/author/Lovegayo" rel="author" title="Posts by Lintas Gayo">Lintas Gayo</a></span></div>
<div class="metas">
<span class="postAuthor"> </span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://3.bp.blogspot.com/-r4r1a_h3Rvk/T_zeZeKMPgI/AAAAAAAAAUU/aa-EhwhtJiM/s1600/mosa1.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://3.bp.blogspot.com/-r4r1a_h3Rvk/T_zeZeKMPgI/AAAAAAAAAUU/aa-EhwhtJiM/s1600/mosa1.jpg" /></a></div>
<div class="metas">
<em>“Republik Indonesia masih ada, pemimpin republik masih ada,
tentara republik masih ada, pemerintah republik masih ada, wilayah
republic masih ada dan disini adalah Aceh”</em> itulah dialog penutup
pertunjukan naskah “Benteng Terakhir” yang diucapkan oleh Javier Arrazi
yang berdiri gagah dengan sehelai bendera Merah Putih berkibar
ditangannya, dengan lantang dialog itu diucapkan dari atas menara yang
terbuat dari himpunan bambu yang kokoh yang disimbolisasikan sebagai
Menara Pemancar Radio Rimba Raya.”
Benteng Terakhir bercerita tentang kiprah Radio Rimba Raya dalam
mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia. Naskah ini berhasil
menggugah Dewan Juri di babak final dan membuat Tim Drama SMA Modal
Bangsa yang terdiri dari Javier Arrazi, Saidul Azqa, Teuku Muhammad
Nafis Barizky, Teuku Erchamsyah, Rahmat Mulya dan Ashhabul Kahfi
Rangkuti membawa pulang medali emas untuk cabang Festival Drama Singkat
(Fragamen) pada Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N) 17-23
Juni 2012 yang digelar di Kota Mataram, Lombok, Nusa Tenggara Barat.<br />
Sebelumnya di babak penyisihan, mereka harus bersaing dengan 32
provinsi di Indonesia. Walau mereka hanya menggunakan artistik yang
minimalis, tapi menghasilkan performa yang maksimal dan dramatis.
Naskah “Jeritan Perang” yang bercerita tentang jeritan rakyat Aceh yang
menginginkan negeri yang damai tanpa ada pertumpahan darah, tampil
sangat memukau dan berhasil meyakinkan Dewan Juri sekaligus menjadi
tiket untuk masuk ke babak final bersaing dengan 9 provinsi lainnya di
Indonesia yang tidak bisa dianggap enteng. Mereka berasal dari
Gorontalo, Banten, Bangka Belitung, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera
Barat, Riau, DKI Jakarta dan Kalimantan Barat.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
Naskah Benteng Terakhir dan Jeritan Perang ditulis dan disutradarai
oleh Beni Arona, SE yang merupakan pelatih Teater di SMA Modal Bangsa.
Keberhasilan Tim Drama SMA Modal Bangsa yang telah mengharumkan nama
Aceh di tingkat nasional tidak terlepas dari dukungan seluruh komponen
sekolah dan usaha keras tim teater dan keberhasilan ini menjadi suatu
pelajaran yang penting dan tugas yeng berat ke depannya untuk terus
mempertahankan prestasi dan mengharumkan nama daerah Aceh.<strong>(</strong><strong>Sumber: T. Erchamsyah/</strong><strong>SP/red.04)</strong><br />
<span class="postAuthor"> </span> </div>
</div>Radio Perjuangan Rimba Rayahttp://www.blogger.com/profile/14451223361635021573noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1267725102430246052.post-84385441318984219152012-05-15T07:41:00.001+07:002012-05-15T07:41:59.483+07:00Radio Rimba Raya dan Seulawah RI-001 Dilupakan<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<span class="postDate">Sunday, May 13th, 2012</span><br />
<br />
<div style="text-align: justify;">
<strong>IKATAN </strong> Mahasiswa dan
Pemuda Aceh (IMAPA) Jakarta telah berhasil melaksanakan seminar Radio
Rimba Raya dan Seulawah RI-001, Sabtu 12 Mei 2012.</div>
<div style="text-align: justify;">
Seorang pelaku sejarah yang terlibat
langsung dalam peristiwa bersejarah ini, A.K. Jacoby mengatakan ada satu
hal lagi yang tidak boleh terlupakan yang saling berkaitan dengan
sejarah ini yaitu Hotel Bireuen sebagai benteng pada waktu itu. “Benteng
itu terus hidup dari Bireuen hingga Medan Area, Bireuen adalah sebuah
kota juang,” kata AK Jacoby.</div>
<div style="text-align: justify;">
Seminar yang bertemakan “Sejarah Bangsa
Indonesia yang Terlupakan” ini sejatinya membahas dua cerita sejarah
yaitu Radio Rimba Raya dan Seulawah RI-001, namun sangat disayangkan
narasumber untuk Seulawah RI-001 yaitu Emirsyah Satar selaku Dirut PT.
Garuda Indonesia tidak hadir dalam forum sehingga seminar ini lebih
banyak berfokus pada sejarah Radio Rimba Raya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Sejarah Seulawah RI-001 sebagai cikal
bakal Garuda Indonesia hingga saat ini masih tercatat sejarah. Bahkan di
setiap unit pesawatnya Garuda Indonesia telah menyediakan majalah yang
memuat sejarah ini. namun tidak tahu kalau sekarang apa masih tercatat
atau sudah dihilangkan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Berkebalikan dengan sejarah Radio Rimba Raya yang masih sedikit sekali catatan dan beritanya secara nasional.</div>
<div style="text-align: justify;">
Menurut Ikmal Gopi, yang mensutradarai
pembuatan film dokumenter Radio Rimba Raya, sulit sekali mencari data
atau dokumen nasional yang memuat sejarah ini. Bahkan setelah melakukan
riset hanya ada sedikit catatan atau cerita mengenai Radio Rimba Raya
ini di beberapa buku dan itu pun hanya selembar-selembar, sehingga
sejarah ini seakan-akan seperti dongeng.</div>
<div style="text-align: justify;">
“Untuk itu saya berharap semoga sejarah
ini bisa dimasukkan ke dalam kurikulum nasional sehingga semua generasi
muda bangsa mengetahui sejarah bangsa ini. Radio Rimba Raya ini bukan
sejarah lokal tapi merupakan sejarah perjuangan bangsa untuk mencapai
kemerdekaan,” cetus Ikmal Gopi.</div>
<div class="img alignright size-full wp-image-24272" style="width: 220px;">
<a class="highslide" href="http://www.lintasgayo.com/wp-content/uploads/2012/05/Seulawah.jpg"><img alt="" height="165" src="http://www.lintasgayo.com/wp-content/uploads/2012/05/Seulawah.jpg" width="220" /></a>
<div>
Foto : radiodivisixrimbaraya</div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
Hal ini juga didukung dengan pernyataan
Shabri Aliaman, Kepala Pusat Pengembangan SDM Kebudayaan Kemendikbud,
bahwa sekarang sedang mengembangkan kembali beberapa program penguatan
karakter bangsa melalui nilai-nilai sejarah bangsa yang mulai
terlupakan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Kebanggaan terhadap perjuangan para endatu ini juga diungkapkan oleh Kabul Budiono, Kepala <em>Voice of Indonesia </em>RRI,
bahwa gelar RRI sebagai radio perjuangan tidak terlepas dari perjuangan
para pejuang di Aceh dalam menghidupkan Radio Rimba Raya, membawa
peralatan-peralatan di pedalaman untuk menyebarkan berita yang berkaitan
dengan perjuangan bangsa Indonesia.</div>
<div style="text-align: justify;">
“Slogan RRI pun, <em>sekali di udara tetap di udara</em>, tidak terlepas dari perjuangan para pejuang dalam mengudarakan Radio Rimba Raya ke seluruh jagad raya,” lanjutnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Acara ini merupakan salah satu rangkaian
dari anniversary IMAPA Jakarta. Dalam seminar ini juga ikut dihadiri
oleh Mantan Menteri BUMN Dr. Ir. H. Mustafa Abubakar, M.Si., Guru Besar
FISIP UI Prof. Dr. Bachtiar Aly, MA., H. Adnan Ganto, pelaku sejarah
Said Umar Noor, dan para ulama dan tokoh masyarakat Aceh lainnya, serta
mahasiswa dan pemuda dari berbagai daerah.</div>
<div style="text-align: justify;">
Di akhir seminar, Fikar W. Eda selaku
moderator sedikit mengomentari sejarah Seulawah RI-001 yang merupakan
cikal bakal Garuda Indonesia, “Bagi saya mungkin perlu ada kebijakan
bagi masyarakat yang ber-KTP Aceh bisa mendapat diskon 50% setiap kali
terbang menggunakan Garuda Indonesia,” ungkapnya Fikar yang disambut
tawa hadirin. <strong>(Nurur Rahmah)</strong></div>
</div>Radio Perjuangan Rimba Rayahttp://www.blogger.com/profile/14451223361635021573noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1267725102430246052.post-49757517888252858972012-05-15T07:39:00.000+07:002012-05-15T07:39:51.936+07:00IMAPA Akan Gelar Seminar Radio Rimba Raya dan Seulawah RI-001<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<span class="postDate">Thursday, May 10th, 2012</span><br />
<br />
<strong>Jakarta | Lintas Gayo</strong> – Dalam rangka memperingati
hari ulang tahun ke-50, Ikatan Mahasiswa dan Pemuda Aceh (IMAPA) Jakarta
akan menggelar Seminar Radio Rimba Raya dan Seulawah RI-001.<br />
“Insya Allah akan diadakan hari Sabtu (12/5/12) di Ballroom Mess Aceh
Jakarta, Jalan R.P. Suroso No. 17 Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat,”
ujar Alfi Syahriati, Ketua Umum PP IMAPA Jakarta di Gedung Parlemen
Senayan, Rabu (9/5/12).<br />
<em>Keynote speech</em>, kata dara asal Banda Aceh ini, langsung
disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. Dr. Ir. Muhammad
Nuh, DEA. Selain itu, akan menghadirkan beberapa pembicara, yaitu AK.
Yakobi (sejarawan), Rosarita Niken Widiastuti (Dirut Radio Republik
Indonesia), Ikmal Gopi (Sutradara Film Dokumenter Radio Rimba Raya),
Emirsyah Satar (Dirut PT. Garuda Indonesia), dan Fikar W. Eda selaku <em>host</em>.<br />
Sayangnya, sambung mahasiswa Sastra Inggris itu, Dr. Ahmad Farhan
Hamid, MS (Wakil Ketua MPR RI), Dr (Hc) A.M. Fatwa (tokoh nasional), dan
Chalid Prawiranegera yang merupakan anak Syafruddin Prawiranegera
berhalangan hadir.<br />
“Melalui seminar ini, kita berharap bisa mengangkat dan mengingatkan
kembali sejarah, kedudukan, peran, dan fungsi Radio Rimba Raya dan
Seulawah RI-001 terhadap bangsa ini. Pasalnya, sejarah keduanya sudah
mulai dilupakan,” ungkapnya <strong>(al-Gayoni/red.04)</strong><br />
</div>Radio Perjuangan Rimba Rayahttp://www.blogger.com/profile/14451223361635021573noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1267725102430246052.post-56825703022033760422012-04-24T07:23:00.000+07:002012-04-24T07:23:50.435+07:00Makam Pendiri Radio Rimba Raya Tak Terawat<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="penulis">
Zulhelmi | The Globe Journal</div>
<div class="kecil">
Minggu, 26 Februari 2012 14:59 WIB</div>
<div class="kecil">
</div>
<div class="kecil">
<div id="isi_berita">
Bireuen-Makam pendiri radio rimba raya, almarhum
Kolonel Husin Yusuf serta istrinya Letnan dua Ummi Salamah di areal
pekubar umum Dusun Jeumpa, Desa Geulumpang Payong, kecamatan Jeumpa,
Kabupaten Bireuen terabaikan dan tak terawat.<br />
Sepertinya pemerintah setempat membiarkan kedua makam pejuang
kemerdekaan RI itu, sampai sekarang makam tersebut belum dilakukan
pemugaran oleh pemerintah sebagai bentuk penghormatan kepada Panglima
divisi X Langkat dan Tanah Karo itu.<br />
Alben (52) seorang tokoh masyarakat setempat kepada The Globe
Journal, Minggu (26/2) menuturkan sejauh ini kuburan pendiri radio rimba
raya hingga kini belum terpugar dengan baik layaknya seorang pejuang
kemerdekaan RI yang juga tokoh pendiri radio rimba raya cikal bakal
radio RRI.<br />
"Awalnya memang pernah Gubernur Aceh Irwandi Yusuf dan Pandam
Iskandar Muda berziarah ke makam itu sekitar tahun 2010, namun sejauh
ini lokasi makam pemilik rumah pendopo Bireuen itu masih dibiar menjadi
semak belukar tanpa di urus dengan baik," katanya.<br />
Letak kuburan Kolonel Husin Yusuf yang meninggal dunia 8 Januari 1978
berdampingan dengan kuburan istrinya ummi Salamah yang meninggal 6
Jauari 1998 dipenuhi semak belukar.<br />
Sementara seorang tokoh muda Bireuen, Suryadi menyayangkan terhadap
keberadaan makam pahlawan itu yang seharusnya menjadi tanggung jawab
Pemerintah Aceh atau pun Pemerintah Bireuen untuk memugarnya, sehingga
masyarakat Aceh khususnya masyarakat Bireuen mengetahui situs sejarah
pendiri radio yang berjasa dalam menyiarkan proklamasi kemerdekaan
Republik Indonesia kala itu. <br />
[001]</div>
</div>
</div>Radio Perjuangan Rimba Rayahttp://www.blogger.com/profile/14451223361635021573noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1267725102430246052.post-81361755043044924862012-03-05T08:35:00.001+07:002012-03-05T08:37:53.410+07:00Mahasiswa Unsyiah Minati Nobar Film Dokumenter<a href="http://3.bp.blogspot.com/-cIA10YsWcSg/T1QY0oqat7I/AAAAAAAAAUE/9oef8Az6O1g/s1600/detak-300x224.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 300px; height: 224px;" src="http://3.bp.blogspot.com/-cIA10YsWcSg/T1QY0oqat7I/AAAAAAAAAUE/9oef8Az6O1g/s320/detak-300x224.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5716221119587596210" border="0" /></a><br /><strong>Sayed Jamaluddin | DETaK<br /><br /></strong><p><strong>Darussalam -</strong> Sekitar 120 pengunjung memadati acara pemutaran film Dokumenter Radio Rimba Raya di Auditorium FKIP Unsyiah, Senin(20/2/2012). Acara nonton bareng (nobar) film dokumenter tesebut diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Sejarah (Himas) Unsyiah.</p> <p>Acara itu mampu menarik perhatian sejumlah mahasiswa dari berbagai fakultas di Unsyiah untuk hadir dan sekaligus berdiskusi langsung dengan sang sutradara, Ikmal Gopi.</p> <p>Salah satu panitia pelaksana, Amrullah mengatakan, pemutaran film tersebut bertujuan untuk menambahkan minat kaum muda untuk mengarsipkan nilai-nilai sejarah yang dimiliki oleh masing-masing daerah. “Mengingat kepedulian kaum muda saat ini kurang peka terhadap sejarah, khususnya mahasiswa sejarah sendiri, maka acara ini juga menjadi salah satu bentuk kepedulian kita terhadap nilai-nilai sejarah,” ujarnya.</p> <p>“Sejarah bukan hanya baca dan menulis buku, namun seiring berkembangnya teknologi sejarah juga bisa dibuat dalam bentuk dokumenter,” tutup Amrullah.[]</p>Radio Perjuangan Rimba Rayahttp://www.blogger.com/profile/14451223361635021573noreply@blogger.com0