Rabu, 09/11/2011 12:00 WIB
Laurencius Simanjuntak - detikNews
Jakarta - Penganugerahan pahlawan nasional kepada MR Sjafruddin Prawiranegara menguatkan dukungan agar ketua Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) itu diakui sebagai mantan Presiden RI. Namun, perlu kesepakatan nasional untuk mewujudkan itu.
"Perlu kesepakatan nasional dan kesepakatan politik untuk itu," kata mantan Wakil Ketua MPR, AM Fatwa, saat berbincang dengan detikcom, Rabu (9/11/2011).
Fatwa sendiri menilai Sjafruddin telah berperan sebagai Presiden RI saat memimpin PDRI pada 1948 hingga 14 Juli 1949. Saat itu, Agresi Militer Belanda II berhasil melumpuhkan ibukota Yogyakarta dan menawan Presiden Soekarno dan Wapres Mohammad Hatta.
"Orang yang sedang ditawan tidak mempunyai hak hukum untuk menjalankan pemerintahan," kata Fatwa mengutip sejumlah pendapat pakar hukum tata negara.
Jasa Sjafruddin, kata Fatwa, juga tidak kecil bagi kelanjutan perjuangan revolusi kemerdekaan saat itu. Sejarah mencatat, perjuangan Sjafruddin dengan PDRI telah memaksa Belanda berunding dan akhirnya melepaskan Soekarno-Hatta dari pengasingan.
Lewat Radio Rimba Raya, kata Fatwa, perjuangan PDRI akhirnya didengar badan dunia PBB dan dunia internasional. Alhasil, PBB tetap mengakui Republik Indonesia dan memaksa Belanda maju ke meja perundingan.
"Tidak hanya itu, Sjafruddin juga memimpin perang gerilya dari hutan ke hutan di Bukit Tinggi," kata Fatwa yang bersama Sjafruddin menandatangani Petisi 50 ini.
Fatwa menjelaskan, kepemimpinan Sjafruddin di PDRI juga atas kesadaran sendiri. Sebab, ketika Yogyakarta porak poranda, mandat pembentukan PDRI itu tidak sampai kepadanya yang sedang bertugas sebagai Menteri Kemakmuran di Bukti Tinggi.
"Sesungguhnya itu kesadaran Pak Sjaruddin sebagai satu-satunya anggota kabinet yang berada di luar Jawa," kata Fatwa.
Karena perjuangannya itulah, kata Fatwa, Sjafruddin layak dianggap pernah menjabat Presiden RI. Fatwa lebih sepakat dengan istilah 'mantan presiden' bagi tokoh yang pernah menjabat presiden, ketimbang urutan presiden. Sebab, urutan presiden berdasarkan waktu memerintah tidak hanya akan menjadikan Soekarno presiden pertama.
"Karena Soekarno kan memerintah kembali setelah ditawan," ujarnya.
(lrn/fay)
Laurencius Simanjuntak - detikNews
Jakarta - Penganugerahan pahlawan nasional kepada MR Sjafruddin Prawiranegara menguatkan dukungan agar ketua Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) itu diakui sebagai mantan Presiden RI. Namun, perlu kesepakatan nasional untuk mewujudkan itu.
"Perlu kesepakatan nasional dan kesepakatan politik untuk itu," kata mantan Wakil Ketua MPR, AM Fatwa, saat berbincang dengan detikcom, Rabu (9/11/2011).
Fatwa sendiri menilai Sjafruddin telah berperan sebagai Presiden RI saat memimpin PDRI pada 1948 hingga 14 Juli 1949. Saat itu, Agresi Militer Belanda II berhasil melumpuhkan ibukota Yogyakarta dan menawan Presiden Soekarno dan Wapres Mohammad Hatta.
"Orang yang sedang ditawan tidak mempunyai hak hukum untuk menjalankan pemerintahan," kata Fatwa mengutip sejumlah pendapat pakar hukum tata negara.
Jasa Sjafruddin, kata Fatwa, juga tidak kecil bagi kelanjutan perjuangan revolusi kemerdekaan saat itu. Sejarah mencatat, perjuangan Sjafruddin dengan PDRI telah memaksa Belanda berunding dan akhirnya melepaskan Soekarno-Hatta dari pengasingan.
Lewat Radio Rimba Raya, kata Fatwa, perjuangan PDRI akhirnya didengar badan dunia PBB dan dunia internasional. Alhasil, PBB tetap mengakui Republik Indonesia dan memaksa Belanda maju ke meja perundingan.
"Tidak hanya itu, Sjafruddin juga memimpin perang gerilya dari hutan ke hutan di Bukit Tinggi," kata Fatwa yang bersama Sjafruddin menandatangani Petisi 50 ini.
Fatwa menjelaskan, kepemimpinan Sjafruddin di PDRI juga atas kesadaran sendiri. Sebab, ketika Yogyakarta porak poranda, mandat pembentukan PDRI itu tidak sampai kepadanya yang sedang bertugas sebagai Menteri Kemakmuran di Bukti Tinggi.
"Sesungguhnya itu kesadaran Pak Sjaruddin sebagai satu-satunya anggota kabinet yang berada di luar Jawa," kata Fatwa.
Karena perjuangannya itulah, kata Fatwa, Sjafruddin layak dianggap pernah menjabat Presiden RI. Fatwa lebih sepakat dengan istilah 'mantan presiden' bagi tokoh yang pernah menjabat presiden, ketimbang urutan presiden. Sebab, urutan presiden berdasarkan waktu memerintah tidak hanya akan menjadikan Soekarno presiden pertama.
"Karena Soekarno kan memerintah kembali setelah ditawan," ujarnya.
(lrn/fay)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar