Senin, 08 Agustus 2011

Agresi dan Pasukan Republik Yang Terkepung

Written by Edy Rachmat on Friday, 29 July 2011 08:16

Betapapun kekejaman serdadu Belanda di masa perang, tetapi di masa damai telah kami lupakan kata alm. Tengku Nurdin. Rupanya bangsa Indonesia tidak dendam ya! Kata Step Vaessen wartawati Belanda
AGRESI Belanda pertama 21 Juli 1947, adalah peristiwa sejarah yang tidak bisa dilupakan oleh bangsa Indonesia. Kemudian disusul dengan agresi ke dua tanggal 19 Desember 1948 ibukota Republik Indonesia Jogyakarta direbut dan diduduki.

Presiden Soekarno, Perdana Menteri Sutan Syahrir dan Menteri Luar Negeri H Agus Salim ditawan di Brastagi, kemudian dipindahkan dan ditawan di Parapat. Sedangkan Wakil Presiden Hatta dan para pemimpin lainnya di tawan di Pulau Bangka.

Dalam situasi tersebut, Radio Belanda di negeri Belanda, radio Belanda di Jakarta dan Medan mengumumkan : “Republik Indonesia sudah tidak ada lagi. Ibukota Republik dan seluruh wilayah Indonesia telah diduduki Belanda, Para pemimpin Republik semua telah ditawan dan Pemerintah Indonesia sudah tidak ada!.

Radio “Rimba Raya” yang juga dikenal Radio Perjuangan Divisi X, berkedudukan di tengah rimba raya antara Bireuen-Takengon yang pemancarnya berkekuatan 350 watt, siarannya dapat didengar oleh seluruh Negara-negara Asia dan Australia, segera menjawab:

“Republik Indonesia masih ada, masih ada wilayahnya daerah Keresidenan Aceh. Masih ada pemerintah yaitu Pemerintah Darurat Republik Indonesia berkedudukan di Sumatera. Masih ada rakyat dan Tentara Nasional Indonesia yang terus melakukan perlawanan dan tekanan terhadap tentara Belanda.

Sesudah itu “duel” berita di udara terus terjadi, semua berita-berita provokasi dan berita bohong yang disiarkan radio Belanda terus dibantah oleh radio “Rimba Raya”, yang siarannya terus dimonitor oleh “All India Radio” dan “Australia Broadcasting”.

Belanda Juga Peringati Agresinya

Bukan hanya kita bangsa Indonesia yang tidak melupakan peristiwa sejarah agresi Belanda itu, tatapi juga pihak Belanda tidak melupakan terhadap agresi yang pernah mereka lakukan.

Hal ini ditandai, ketika Belanda memperingati 50 tahun Agresi Belanda di Indonesia, salah satu stasiun televisi di Negeri Belanda menyiarkan rekaman peristiwa pertempuran seru yang terjadi di Lubuk Pakam.

Karena ada siaran tersebut, telah mendorong NOS Television Hilversum The Netherlands mengutus dua orang wartawatinya ke Medan untuk mengumpulkan data dan fakta peristiwa Agresi Belanda itu. Wartawati itu masing-masing bernama Step Vaessen dan Kenneth Van Toll.

Kalau kami tidak salah, kunjungan ke dua wartawati ini ke Medan pertengahan Juni 1997. Wartawati yang menjadi tamu LVRI Sumatera Utara, Kepada kami mereka katakan sangat berhasrat untuk berkunjung ke Lubuk Pakam tempat pertempuran yang paling seru yang pernah terjadi.

Setelah mengambil kamar Hotel di Garuda Plaza Medan sore hari itu juga kedua wartawati Televisi Belanda meminta kami temani untuk melihat Lubuk Pakam yang diketahui pertempuran berlangsung seru ditempat itu. Wartawati itu ingin bertemu dengan orang-orang tua yang pernah mengalami pertempuran di masa itu.

Kami juga membawa tamu dari negeri “kincir angin” itu melihat tempat pertempuran ketika merebut pertahanan Belanda di Sungai Ular. Kami katakan itu kepada mereka karena jembatan Sungai Ular telah dikuasai Belanda maka pasukan dan para pengungsi harus menyeberangi Sungai Ular dengan rakit waktu keadaan banjir mereka diserang oleh pesawat Mustang Belanda banyak sekali yang jatuh korban baik lelaki maupun wanita serta anggota pasukan.

Peristiwa ini telah dilestarikan dalam bentuk film yang berjudul “Sungai Ular” yang aktornya bekas walikota Medan AS Rangkuty. Mendengar ada film Sungai Ular, wartawati itu meminta rekamannya, tapi kami katakan film tersebut masih dalam bentuk rol film 36 mm.

Kedua wartawati itu kemudian kami ajak ke Perbaungan, bukan untuk melihat Palagan Medan Area, tatapi untuk melihat relief gerakan pasukan Belanda, yang mendarat di Pantai Cermin dan menduduki Perbaungan membuat pertahanan di Sungai Ular, maka waktu itu terkurunglah pasukan Republik yang mundur dari Front Medan Timur.

Kemudian terjadi pertempuran seru ketika pasukan Republik berusaha melepaskan diri dari perangkap Belanda yang disebut “Killing group” , kemudian pasukan Republik berhasil menerobos “lingkaran maut”.

Setelah meninjau lapangan dan mendapat penjelasan mengenai gerakan pasukan Belanda dan pertempuran yang terjadi, keesokan harinya kami lihat telah tiba dari Jakarta juru kamera NOS Television Hilversum.

Pada hari itu kami pertemukan dengan tokoh pejuang pelaku sejarah yaitu Alm. Tengku Nurdin, (Mayor Purn) dan Trisno Mardjunet (Letkol Purn). Tengku Nurdin menjawab pertanyaan dan memberi penjelasan dalam bahasa Belanda, sedangkan Trisno Mardjunet dalam bahwa Indonesia.

Menjawab pertanyaan Tengku Nurdin menjelaskan terhadap tentara Belanda dan memperlakukan dengan cara sangat kejam besar anak buah nya hingga gugur. Memang itu sudah berlalu masa perang, di masa damai kita telah melupakan itu semua.

Dulu kita musuh kini, kita sahabat. Ucapan ini sangat berkesan bagi Step Vaessen wartawati Belanda itu dia mengatakan rupanya bangsa Indonesia bukan bangsa yang pedendam!, ya!.

Melepaskan dari kepungan (terkepung)

Melihat bahaya besar yang akan melanda pasukan Republik (terkepung) Mayor Bedjo mengambil inisiatif mengajak semua pasukan yang baru sampai di Araskabu untuk menghindar ke Kuala Namu yang terletak di bagian selatan Kota Lubuk Pakam.

Rencana serangan disusun sebagai berikut : Pasukan penggempur pertama ditugaskan Batalyon Manap Lubis menggempur benteng musuh yang berada di sekitar setasiun kereta api Lubuk Pakam. Kemudian meloloskan diri ke bagian Barat untuk selanjutnya bergerak ke Kampung Kuala Bali dekat Bangun Purba.

Serangan kedua dipimpin oleh Mayor Bedjo. Tugas pokoknya menggempur Lubuk Pakam ke dalam kota, langsung meloloskan diri dari jurusan Selatan, Kemudian menggempur pertahanan musuh yang ada di jembatan Sungai Ular.

Serangan-serangan pasukan Republik ini ke dalam kota terjadi pertempuran seru. Pihak Belanda lebih kacau lagi karena dalam penyerbuan ini pasukan kita melakukan bumi hagus, menyebabkan Belanda mengundurkan diri dari Lubuk Pakam, Pasukan Republik berhasil menduduki Lubuk Pakam selama 16 jam. Sempat juga menguburkan dua orang pejuang yang gugur dalam pertempuran itu. Kemudian Belanda menyerang lagi Lubuk Pakam pasukan Republik seluruhnya meninggalkan Lubuk Pakam.

Demikianlah sekelumit kisah pasukan Republik menerobos “lingkaran maut” berhasil merebut Lubuk Pakam selama 16 jam, kemudian melepaskan diri dari kepungan maut.

Pasukan Belanda dengan kekuatan penuh menyerang lagi Lubuk Pakam dengan pasukan yang datang dari arah Medan dan dari arah Perbaungan. Pasukan Republik itu kemudian bertempur lagi merebut Tebing Tinggi.

Selama tiga hari wartawati Belanda itu merekam mengenai fakta-fakta pertempuran di Lubuk Pakam dan Sungai Ular itu, direncanakan akan disiarkan oleh televisi mereka dalam 5 episode.

Kami juga meminta agar salah satu rekaman itu dikirim kepada kami, tetapi tidak pernah dipenuhi. ***** ( Muhammad Tok Wan Haria : Penulis, wartawan senior, Veteran Pejuang Kemerdekaan, pemerhati sejarah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar