Selasa, 23 Februari 2010

Mau jadi pahlawan dengan mudah, silakan datang ke Indonesia

Apakah anda ingin menjadi pahlawan dengan mudah ??? datang saja ke Indonesia, maka anda akan dengan mudah dianggap sebagai pahlawan dinegeri tersebut hanya karena anda diperhitungkan telah pernah berjasa karena telah pernah membantu perjuangan bangsa tersebut. Terlepas darimana niat anda melakukannya, apakah hendak mencari uang atau apapun, yang jelas anda akan dapat diangkat menjadi pahlawan dinegeri yang sudah kekurangan jiwa kepahlawanan ini. Sebut saja john lie, seorang penyelundup ini saat ini telah berhasil mendapat dua keuntungan sekaligus, jadi kaya arena usaha penyelundupannya, dan diangkat menjadi pahlawan. asik bukan ????

Kapten Lie adalah tokoh penting dalam sebuah organisasi penyelundupan senjata yang wilayahnya terbentang sepanjang Filipina sampai India. Rangkaian bisnis ini memiliki markas di Manila, Singapura, Penang, Bangkok, Rangoon, dan New Dehli. Anggota-anggotanya termasuk para idealis seperti Lie dan juga para petualang-petualang pencari keuntungan, tertarik oleh bisnis yang gampang mendatangkan untung ini maka orang-orang dari Amerika, Eropa dan dari kawasan Timur, di antaranya adalah pilot-pilot pesawat, kapten kapal, pedagang opium, konsumen senjata dan bahkan juga ada seorang mantan pelatih balet. Nilai tertinggi dari operasi mereka (pada tahun 1947) adalah 3 juta dollar per bulan dari jual beli peralatan militer, dari senapan-senapan otomatis sampai pesawat-pesawat transport, dan barang-barang ini berhasil melewati blokade Belanda. Mulai sejak saat itu banyak kawanan dari organisasi-organisasi penyelundupan terbunuh, sementara tida kurang banyaknya yang dipenjara.

Senjata-senjata dagangan yang sebelumnya dibeli dari Malaya diterbangkan ke Jawa atau diselundupkan melintasi selat ke Sumatra dengan kapal yang ia beri nama The Outlaw (diluar hukum). Di daerah pecinan yang padat di Singapura banyak agen-agen yang dapat mencarikan perlengkapan-perlengkapan perang bekas Inggris yang disembunvikan di hutan sejak jaman perang, meski dengan harga tinggi. Di Kepulauan Airaboe yang sepi, 200 mil ke timur laut dari Singapura, seorang pria dari Wales yang misterius bernama Carlton A. Hire menyimpan stok perlengkapan perang senilai 300.000 US dollar yang terdiri dari senjata-senjata otomatis tipe Browning, karbin (senapan otomatis ringan), senapan-senapan tipe Tommy dan bazooka yang diangkut dari Filipina, Serangkaian pasokan senjata rutin juga pernah didatangkan dari "Lost 93rd", sebuah divide Nationalise China di negara-negara Shan Birma (wilayah penduduk yang sebagian besar tinggal di Myanmar dan bersebelahan dengan Cina) setelah perang.

Perwakilan-perwakilan dari markas-markas Republikan di Singapore membuka jalan ke seluruh sumber-sumber tersebut. Pihak berwenang, Inggris senang karna senjata-senjata tersebut dijauhkan dari para teroris Komunis lokal, dan mereka membiarkan Lie dan kawan-kawannya beroperasi di Penang.

Kapten Lie sendiri bertanggung jawab mengatur urusan di Phuket. Dengan diplomasinya ke gubernur, yang dulu menjadi boneka Jepang, ia mendapatkan rumah baru, sekaligus ladang-ladang dan pondok-pondok untuk penyimpanan stok senjata yang tersebar di lokasi-lokasi terpencil dan di ladang-ladang petani. Gubernur ini dengan suka-rela merkomendasikan pendirian perusahaan perdagangan Cina terselubung untuk berlaku sebagai agen pengiriman bagi para pengelola senjata dagangannya.


Para pembeli senjata dari Republikan juga pergi ke arah utara ke Thailand. Dari daerah pecinan di Singapura, mereka bergerak menuju dunia bawah tanah, Bangkok yang menjadi tempat bagi sarang-sarang opium, hotel-hotel kumuh dan ruang-ruang perjudian. Di sana agen-agen Viet-Minh dari Indo-China, Karens serta komunis dari Birma dan dari Malaya bersaing mendapatkan simpanan persenjataan besar yang masih tersisa dari Perang Dunia II atau yang diselundupkan kesana. Beberapa simpanan senjata tersebut telah didrop ke para pejuang gerilya yang tidak pernah berperang sejumlah 40.000 senjata Japan di bawa dari Teluk Siam oleh para penyelam, pengiriman-pengiriman lainnya adalah kelebihan-kelebihan senjata yang dibeli dari Amerika oleh Thailand.

Selain perlengkapan perang yang sudah siap sedia di Bangkok, masih banyak lagi yang datang di kirim. Perahu-perahu dan kapal-kapal motor Petualang yang beroperasi secara sembunyi-sembunyi berlayar dengan perlengkapan senjata dari Pulau Cebu di Filipina ke pantai timur dari terusan-utara yang sempit di Thailand. Di samping itu, di jalan-jalan kota Bangkok yang padat, toko-toko kecil yang berjualan mesin berubah menjadi tempat-tempat pembuatan senapan, bazooka dan granat berdasarkan pesanan.

Senjata-senjata ini disembunyikan di tempat-tempat aneh: di bengkel-bengkel, gudang-gudang bekas dan kamp-kamp terpencil di hutan. Satu pemasok senjata di Bangkok menyegel karbin-karbin, senjata-senjata Tommy dan mortir-mortir selundupannya dalam 540 peti jenazah di Wat Mahatat, sebuah kuil Budha berjarak 3 mil dari Bandara Don Muang. Peti-peti tersebut awalnya berisi abu-abu jenazah yang telah dikreimasi dari tentara-tentara yang tewas malam kontra-revolusi Republikan Thailand pada tahun 1933. Pada bulan Juli ini (1949), peti-peti itu dibongkar di malam hari dan senjata-senjatanya diambil secara sembunyi-sembunyi oleh gang saingan penyelundup senjata mereka.

Di bawah pimpinan Izak Mahdi yang tampan, seorang pria berusia 27 tahun bekas mahasiswa kedokteran dari Batavia yang merupakan agen Indonesia di Bangkok, para agen Republikan kemudian bergerak melalui daerah underground Kota Bangkok, dan mengontak makelar-makelar Cina yang licik dan angkatan darat Siam yang angkuh serta perwira-perwira angkatan darat yang mengontrol persenjataan gelap. "Ini memang bisnis yang mengerikan" kata Mandi. "Kadang-kadang saya berhari-hari tidak bisa tidur.

Dikabarkan juga dia pernah dapat proyek menyelundupkan peralatan radio. Radio Rimba Raya ini ditempatkan di Dusun Rimba Raya Takengon, Aceh Tengah, tersembunyi di pegunungan. Radio ini dimasukkan secara gelap oleh John Lie, dengan speedboat-nya dari Pulau Penang ke Lhokseumawe. John Lie mengatur penyelundupan bahan-bahan ekspor seperti karet, kelapa sawit ke Penang dari Aceh dan memasukkan barang-barang kebutuhan militer dan kebutuhan umum ke Lhokseumawe.
Radio yang mempunyai siaran yang kuat dapat didengar oleh dunia, hingga dapat meng-counter siaran Belanda. John Lie diburu pihak Belanda dan dia selalu dapat menghindar dengan speedboat-nya. John Lie telah dianggap sangat besar jasanya terhadap Republik Indonesia. Untuk mendapatkan peralatan radio, Komando Tentara Republik Indonesia Divisi Gajah-I dari Malaya (Malaysia) bekerjasama dengan raja penyelundup Asia Tenggara, Mayor John Lie pada masa Agresi Belanda-I (21 Juli 1947).

Perangkat radio dan kelengkapannya itu diselundupkan dari Malaysia melalui perairan Selat Melaka menuju Sungai Yu, Kuala Simpang, Aceh Tamiang.
Peralatan radio itulah yang kemudian dipakai dengan nama siaran Radio Rimba Raya.



Pahlawan…..pahlawan…….pahlawan…..betapa orang zaman sekarang tidak memahami mana yang pahlawan, mana yang teroris dan mana yang penyelundup……hmmmmmmm

Abu Ghazi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar