Senin, 27 Februari 2012

Kiprah Radio Rimba Raya


Senin, 13/02/2012 11:34 WIB

Berita kemerdekaan Indonesia

Republik Indonesia masih ada, karena pemimpin republik masih ada, tentera republik masih ada, pemerintah republik masih ada, wilayah republik masih ada dan di sini adalah Aceh “ Itulah berita singkat dari Radio Rimba Raya pada masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan.
Berita itu disiarkan melalui stasion radio berkekuatan satu kilowatt pada frekwensi 19,25 dan 61 meter. Berita kemerdekaan Indonesia pun tersebar ke berbagai negara tetangga waktu itu. Radio Rimba Raya yang monumennya diresmikan oleh Menteri Koperasi/Kepala Bulog, Bustanil Arifin pada 27 Oktober 1987 pukul 10.30 WIB itu, terletak di desa Rimba Raya, Kecamatan Timang Gajah Kabupaten Bener Meriah.
Sejak Agresi Belanda ke-dua, 19 Desember 1948, peranan radio sebagai penyampai berita di tanah air sudah dilakukan. Keterangan beberapa tokoh yang berjasa mendirikan Radio Rimba Raya yang kemudian dihimpun dalam buku berjudul "Peranan Radio Rimba Raya" terbitan Kanwil Depdikbud Aceh, menyebutkan, begitu besarnya kiprah radio perjuangan tersebut. Dalam buku itu diceritakan, saat menyampaikan berita tentang Kemerdekaan Republik Indonesia itu dapat ditangkap jelas oleh sejumlah radio di Semananjung Melayu (Malaysia), Singapura, Saigon (Vietnam), Manila (Filipina) bahkan Australia dan Eropa oleh Radio Rimba Raya yang beroperasi di tengah hutan raya Gayo.
Pada awalnya, selain mengudara untuk kepentingan umum, para awak radio ini juga melakukan monitor, mengirim berbagai pengumuman dan instruksi penting bagi kegiatan angkatan bersenjata. Siaran Radio Rimba Raya di tengah hutan belantara Aceh Tengah itu, menampilkan lima bahasa, yakni bahasa Inggris, Belanda, Cina, Urdu dan Arab. Melalui Proklamasi 17 Agustus 1945 diakui oleh beberapa negara manapun di dunia. Selain berita kemerdekaan Republik Indonesia yang diinformasikan, Radio Rimba Raya juga menyiarkan berita tentang kenduri akbar di Aceh.
Ketika Konferensi Asia tentang Indonesia digelar tanggal 20-23 Januari 1949 di New Delhi, jam kerja Radio Rimba Raya diperpanjang karena banyaknya berita yang harus dikirim ke wakil-wakil Indonesia yang menghadiri konferensi tersebut. Radio ini terus berperan sampai saat pengakuan kedaulatan Republik Indonesia oleh Pemerintahan Belanda pada 27 Desember 1949 di Jakarta sebagai hasil Konfrensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag. Sebelum ditempatkan di hutan Raya Bener Meriah, Radio Rimba Raya sempat berpindah-pindah untuk memperoleh posisi yang tepat dalam menyiarkan berita-berita dan pesan-pesan perjuangan. Di Koetaradja (Banda Aceh), radio pemancar itu dipasang di desa Cot Gue, delapan kilometer arah selatan ibukota tersebut. Penyiarannya dilakukan dalam sebuah gedung peninggalan Belanda di Kawasan Peunayong.

Sumber : http://harian-aceh.com/2011/11/01/raja-penyeludup-asia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar