Jangan Sampaikan pesan lagi padaku
karena aku tak dapat lagi menyampaikan pesan
jangan kirim pesan lagi padaku
karena aku tak dapat lagi mengirim pesan
lihatlah, lidahku telah kelu
mulut tertutup
tubuh tinggal bayang
dulu memang pernah
bisikmu kusampaikan ke balik gunung
ke seberang lautan ke negeri-negeri jauh
dulu memang pernah
detak hatimu
cita-cita merdekamu
kukirim ke setiap hati sahabat-sahabat
atau musuh-musuhmu
di desa, di kota, bahkan di laut dan di rimba
dulu memang pernah ada
ucapan merdeka yang kau sampaikan bagai bisik
kujeritkan sekeras-kerasnya
hingga bergema menyentuh cakrawala
bergelegar menjadi guntur
merobek-robek angkasa
hingga musuh gentar tak berdaya
dan sahabat-sahabatmu mendengar ucapan itu
bangkit
bangkit, lalu berlawan habis-habisan
semangatnya telah menjadi baja
walau di tangan hanya bambu runcing saja
dulu memang pernah ada
saat malam menjelang pagi
dengan suara menggigil karena dingin
kusampaikan pesanmu
tiktok tiktok hallo Sudarsono
tiktok tiktok hallo Palar
kirim kami mentega
kirim kami susu
kirim kami beras
kemudian datanglah kiriman
dan yang datang adalah senjata
lalu dibagi pada setiap tentara
lalu mereka menembak musuh
tepat di jidatnya
dulu memang pernah
ketika kita hampir tak punya daya
ketika suara di pusat negeri ini dibungkam
kami bangkit menyuarakan nurani bangsa
hallo dunia
hallo dunia
negeri kami masih ada
negeri kami merdeka
tapi kini jangan sampaikan pesan lagi padaku
karena tak dapat lagi kusampaikan pesan apa pun
lidahku kaku
mulut tertutup
tubuh tinggal bayang
tinggal bayang
dari ingatanmu pun
mungkin akan hilang
L.K. Ara. Takengon, 22 Januari 1986
dikutip dari "Seulawah Antologi Sastra Aceh, 1995"