Written by Edy Rachmat on Friday, 29 July 2011 08:16
Betapapun kekejaman serdadu Belanda di masa perang, tetapi di masa damai telah kami lupakan kata alm. Tengku Nurdin. Rupanya bangsa Indonesia tidak dendam ya! Kata Step Vaessen wartawati Belanda
AGRESI Belanda pertama 21 Juli 1947, adalah peristiwa sejarah yang tidak bisa dilupakan oleh bangsa Indonesia. Kemudian disusul dengan agresi ke dua tanggal 19 Desember 1948 ibukota Republik Indonesia Jogyakarta direbut dan diduduki.
Presiden Soekarno, Perdana Menteri Sutan Syahrir dan Menteri Luar Negeri H Agus Salim ditawan di Brastagi, kemudian dipindahkan dan ditawan di Parapat. Sedangkan Wakil Presiden Hatta dan para pemimpin lainnya di tawan di Pulau Bangka.
Dalam situasi tersebut, Radio Belanda di negeri Belanda, radio Belanda di Jakarta dan Medan mengumumkan : “Republik Indonesia sudah tidak ada lagi. Ibukota Republik dan seluruh wilayah Indonesia telah diduduki Belanda, Para pemimpin Republik semua telah ditawan dan Pemerintah Indonesia sudah tidak ada!.
Radio “Rimba Raya” yang juga dikenal Radio Perjuangan Divisi X, berkedudukan di tengah rimba raya antara Bireuen-Takengon yang pemancarnya berkekuatan 350 watt, siarannya dapat didengar oleh seluruh Negara-negara Asia dan Australia, segera menjawab:
“Republik Indonesia masih ada, masih ada wilayahnya daerah Keresidenan Aceh. Masih ada pemerintah yaitu Pemerintah Darurat Republik Indonesia berkedudukan di Sumatera. Masih ada rakyat dan Tentara Nasional Indonesia yang terus melakukan perlawanan dan tekanan terhadap tentara Belanda.
Sesudah itu “duel” berita di udara terus terjadi, semua berita-berita provokasi dan berita bohong yang disiarkan radio Belanda terus dibantah oleh radio “Rimba Raya”, yang siarannya terus dimonitor oleh “All India Radio” dan “Australia Broadcasting”.
Belanda Juga Peringati Agresinya
Bukan hanya kita bangsa Indonesia yang tidak melupakan peristiwa sejarah agresi Belanda itu, tatapi juga pihak Belanda tidak melupakan terhadap agresi yang pernah mereka lakukan.
Hal ini ditandai, ketika Belanda memperingati 50 tahun Agresi Belanda di Indonesia, salah satu stasiun televisi di Negeri Belanda menyiarkan rekaman peristiwa pertempuran seru yang terjadi di Lubuk Pakam.
Karena ada siaran tersebut, telah mendorong NOS Television Hilversum The Netherlands mengutus dua orang wartawatinya ke Medan untuk mengumpulkan data dan fakta peristiwa Agresi Belanda itu. Wartawati itu masing-masing bernama Step Vaessen dan Kenneth Van Toll.
Kalau kami tidak salah, kunjungan ke dua wartawati ini ke Medan pertengahan Juni 1997. Wartawati yang menjadi tamu LVRI Sumatera Utara, Kepada kami mereka katakan sangat berhasrat untuk berkunjung ke Lubuk Pakam tempat pertempuran yang paling seru yang pernah terjadi.
Setelah mengambil kamar Hotel di Garuda Plaza Medan sore hari itu juga kedua wartawati Televisi Belanda meminta kami temani untuk melihat Lubuk Pakam yang diketahui pertempuran berlangsung seru ditempat itu. Wartawati itu ingin bertemu dengan orang-orang tua yang pernah mengalami pertempuran di masa itu.
Kami juga membawa tamu dari negeri “kincir angin” itu melihat tempat pertempuran ketika merebut pertahanan Belanda di Sungai Ular. Kami katakan itu kepada mereka karena jembatan Sungai Ular telah dikuasai Belanda maka pasukan dan para pengungsi harus menyeberangi Sungai Ular dengan rakit waktu keadaan banjir mereka diserang oleh pesawat Mustang Belanda banyak sekali yang jatuh korban baik lelaki maupun wanita serta anggota pasukan.
Peristiwa ini telah dilestarikan dalam bentuk film yang berjudul “Sungai Ular” yang aktornya bekas walikota Medan AS Rangkuty. Mendengar ada film Sungai Ular, wartawati itu meminta rekamannya, tapi kami katakan film tersebut masih dalam bentuk rol film 36 mm.
Kedua wartawati itu kemudian kami ajak ke Perbaungan, bukan untuk melihat Palagan Medan Area, tatapi untuk melihat relief gerakan pasukan Belanda, yang mendarat di Pantai Cermin dan menduduki Perbaungan membuat pertahanan di Sungai Ular, maka waktu itu terkurunglah pasukan Republik yang mundur dari Front Medan Timur.
Kemudian terjadi pertempuran seru ketika pasukan Republik berusaha melepaskan diri dari perangkap Belanda yang disebut “Killing group” , kemudian pasukan Republik berhasil menerobos “lingkaran maut”.
Setelah meninjau lapangan dan mendapat penjelasan mengenai gerakan pasukan Belanda dan pertempuran yang terjadi, keesokan harinya kami lihat telah tiba dari Jakarta juru kamera NOS Television Hilversum.
Pada hari itu kami pertemukan dengan tokoh pejuang pelaku sejarah yaitu Alm. Tengku Nurdin, (Mayor Purn) dan Trisno Mardjunet (Letkol Purn). Tengku Nurdin menjawab pertanyaan dan memberi penjelasan dalam bahasa Belanda, sedangkan Trisno Mardjunet dalam bahwa Indonesia.
Menjawab pertanyaan Tengku Nurdin menjelaskan terhadap tentara Belanda dan memperlakukan dengan cara sangat kejam besar anak buah nya hingga gugur. Memang itu sudah berlalu masa perang, di masa damai kita telah melupakan itu semua.
Dulu kita musuh kini, kita sahabat. Ucapan ini sangat berkesan bagi Step Vaessen wartawati Belanda itu dia mengatakan rupanya bangsa Indonesia bukan bangsa yang pedendam!, ya!.
Melepaskan dari kepungan (terkepung)
Melihat bahaya besar yang akan melanda pasukan Republik (terkepung) Mayor Bedjo mengambil inisiatif mengajak semua pasukan yang baru sampai di Araskabu untuk menghindar ke Kuala Namu yang terletak di bagian selatan Kota Lubuk Pakam.
Rencana serangan disusun sebagai berikut : Pasukan penggempur pertama ditugaskan Batalyon Manap Lubis menggempur benteng musuh yang berada di sekitar setasiun kereta api Lubuk Pakam. Kemudian meloloskan diri ke bagian Barat untuk selanjutnya bergerak ke Kampung Kuala Bali dekat Bangun Purba.
Serangan kedua dipimpin oleh Mayor Bedjo. Tugas pokoknya menggempur Lubuk Pakam ke dalam kota, langsung meloloskan diri dari jurusan Selatan, Kemudian menggempur pertahanan musuh yang ada di jembatan Sungai Ular.
Serangan-serangan pasukan Republik ini ke dalam kota terjadi pertempuran seru. Pihak Belanda lebih kacau lagi karena dalam penyerbuan ini pasukan kita melakukan bumi hagus, menyebabkan Belanda mengundurkan diri dari Lubuk Pakam, Pasukan Republik berhasil menduduki Lubuk Pakam selama 16 jam. Sempat juga menguburkan dua orang pejuang yang gugur dalam pertempuran itu. Kemudian Belanda menyerang lagi Lubuk Pakam pasukan Republik seluruhnya meninggalkan Lubuk Pakam.
Demikianlah sekelumit kisah pasukan Republik menerobos “lingkaran maut” berhasil merebut Lubuk Pakam selama 16 jam, kemudian melepaskan diri dari kepungan maut.
Pasukan Belanda dengan kekuatan penuh menyerang lagi Lubuk Pakam dengan pasukan yang datang dari arah Medan dan dari arah Perbaungan. Pasukan Republik itu kemudian bertempur lagi merebut Tebing Tinggi.
Selama tiga hari wartawati Belanda itu merekam mengenai fakta-fakta pertempuran di Lubuk Pakam dan Sungai Ular itu, direncanakan akan disiarkan oleh televisi mereka dalam 5 episode.
Kami juga meminta agar salah satu rekaman itu dikirim kepada kami, tetapi tidak pernah dipenuhi. ***** ( Muhammad Tok Wan Haria : Penulis, wartawan senior, Veteran Pejuang Kemerdekaan, pemerhati sejarah)
Senin, 08 Agustus 2011
Senin, 25 Juli 2011
Puncak Festival SB2R, Film RRR Akan Diputar di Redelong

Published on July 23, 2011 by Lovegayo
Bener Meriah | Lintas Gayo : Dalam memeriahkan acara penutupan Festival Seni Budaya Rimba Raya (FSB2R) HPBM Banda Aceh, film dokumenter Radio Rimba Raya yang disutradarai salah seorang seniman Gayo Ikmal Gopi akan diputar untuk disaksikan oleh masyarakat Kabupaten Bener Meriah serta sejumlah undangan lainnya, Sabtu (23/7) malam yang berlokasi di Pasar Simpang Tiga Redelong.
Menurut Ketua Panitia Pelaksana Alfi Sahrin, pemutaran film ini merupakan penutup dari seluruh rangkaian kegiatan Festival Seni Budaya Rimba Raya (FSB2R) HPBM Banda Aceh di Bener Meriah.
“Alhamdulillah seluruh rangkaian acara mulai dari Lomba Menggambar, Fashion Show, Didong, Kekeberen, Vocal Group, Cerdas Cermat Bahasa Gayo, Seminar dan Bakti Sosial telah berjalan dengan lancar dan sukses dan sebagai pelengkapnya akan kita putarkan film sejarah perjuangan Radio Rimba Raya,” kata Alfi Sahrin.
Dia berharap mengemukakan harapannya, agar seluruh lapisan masyarakat Bener Meriah khususnya dan Gayo umumnya bisa hadir untuk dapat menyaksikan pemutaran film tersebut.
“Kami yakin banyak yang hanya kenal kulitnya saja tentang sejarah Radio Rimba Raya. Jadi dengan pemutaran kali ini kita bisa memahami betapa pentingnya peran Tanoh Gayo dalam upaya tegaknya Negara besar ini,” pungkas Alfi Sahrin seraya mengungkapkan bahwa sang sutradara film tersebut juga hadir saat pemutarannya nanti. (RWOB)
Rabu, 20 Juli 2011
Siswa Bener Meriah, Jual Keripik Untuk Cetak Buku Radio Rimba Raya

Published on July 19, 2011 by Lovegayo
Bener Meriah | Lintas Gayo : Sekelompok pelajar di Bener Meriah yang menamakan kelompoknya dengan “The Star Future” sejak awal tahun 2010 lalu mencoba menulis buku “Selayang Pandang, Radio Rimba Raya dalam perjalanan”. Dan ternyata telah melahirkan buku tersebut sebanyak tiga edisi sejak Maret 2010.
Organisasi ini di pimpin oleh Edi Zuhardi dan beranggotakan Muchsin, Syahrial Hadisi di bantu oleh Andika dan Kurniada yang kesemuanya adalah siswa SMAN 2 Bukit Belang Panas Kabupaten Bener Meriah.
Edi Zuhardi kepada Lintas Gayo, Senin (18/7) mengatakan perjuangan penulisan buku ini dimulai sejak Maret 2010 atas inisiatif dirinya yang penasaran terhadap keberadaan dan kebenaran Radio Rimba Raya (RRR). “Kami memulai berfikir untuk menulis buku ini sejak kami berkunjung ke tugu RRR di Bener Meriah tersebut, karena kami sangat penasaran”, katanya.
Edi menjelaskan pembuatan buku ini didasari pada keinginan untuk membuktikan kepada diri sendiri dan kepada orang lain untuk mengenal lebih dekat apa itu RRR”, jelasnya
“Kami ingin semua orang kita di Bener Meriah menghargai jiwa patriotisme dan kami ingin mengharumkan nama daerah dan membanggakan orang tua”, kata Anak Baru Gede (ABG) kelahiran 20 Januari 1993 ini bersemangat
Ia juga bercerita bahwa buku pertama yang ia bukukan bersama teman-temannya di cetak pertama kali dengan biaya yang mereka dapatkan hasil penjualan keripik yang dilakukan timnya, “ini sebenarnya niat ikhlas, sehingga kami melakukan berbagai cara untuk membuatnya salah satunya dengan menjual keripik pisang untuk ngeprint karena belum ada peralatan pribadi”, imbuhnya.
Sejak pembuatan buku tersebut ia merasa kesulitan untuk menemui narasumber, membagi waktu antara sekolah dan membantu orang tua, ia juga terkendala kesulitan referensi. “Referensi yang banyak kami dapatkan dari internet dengan mesin Google maupun dari buku yang ada serta narasumber yang kami temui di Bener Meriah maupun Banda Aceh”, lanjut Edi.
Hingga saat ini Edi bersama teman-temannya telah menyelesaikan tiga buku secara berangsur terus diperbaiki dan dikonsultasikan kepada beberapa pihak termasuk Ikmal Gopi, sang Sutradara film documenter RRR yang juga kebetulan berada di lokasi tersebut.
“Alhamdulillah kami bersyukur dapat menemui Sutradara Film Dokumenter RRR, bang Ikmal Gopi, karena dia banyak memiliki referensi dan dapat membantu kami menyelesaikan atau memperbaiki buku yang masih sample ini”, ujar Edi.
Lebih jauh dijelaskan Edi, untuk edisi pertama ia bersama tim The Star Future melakukan pembuatan buku mulai Maret hingga Juli 2010. Lalu buku kedua bulan Juli hingga September 2010. Dan terakhir buku ketiga mereka susun sejak September hingga November 2010.
Saat itu mereka masih duduk di kelas dua sedangkan saat ini mereka baru saja menyelesaikan sekolah mereka. “Kami ingin sebelum kami meninggalkan Bener Meriah untuk kuliah, kami ingin menyelesaikan buku ini. Kami sangat berterima kasih jika ada yang berminat membantu kami,” kata Edi.
Hingga saat ini lanjut Edi, pihaknya tidak memiliki dana untuk menyelesaikan buku tersebut. Sementara masih banyak kebutuhan yang harus mereka selesaikan.
“Kami masih butuh dana untuk dapat membayar hak cipta, izin terbit maupun desain cover dari penerbit hingga buku ini bisa disebar minimal di Bener Meriah, jika memungkinkan mengapa tidak skala Nasional ?”, ujar Edi yang berasal dari keluarga petani ini.
Dirinya mengaku telah beberapa kali mencoba mengajukan proposal ke perusahaan di pusat maupun di provinsi yaitu ke organisasi istri Gubernur Aceh, Darwati Abdul Gani. Namun belum ada jawaban.
Pihaknya juga mengupayakan usulan dana ke Bupati Bener Meriah namun belum juga mendapat titik terang hingga kini. “Ada beberapa pihak yang membantu, tetapi belum cukup untuk menutupi beberapa kebutuhan yang kami sebutkan tadi, bahkan kami pernah mengajukan dana sebanyak Rp.40 Juta namun hanya diberi Rp.100 Ribu saja”, keluh Edi.
Edi bersama timnya berharap semua pihak yang ada di Gayo dapat membuka mata atas apa yang mereka kerjakan dan mereka menginginkan support dari masyarakat banyak.
“Kami butuh dukungan, dan kami masih membutuhkan dana untuk menyelesaikan buku ini, target kami 1000 buku dapat di cetak, dan mohon do’a agar ini berhasil”, harap Edi mengakhiri paparannya.
Sekilah amatan Lintas Gayo, di buku tersebut terdapat sejumlah foto pendukung, namun di salah satu buku ada foto yang cacat, tidak maksimal kualitas cetaknya. Mungkin akibat kualitas perangkat printer yang dipakai kurang mendukung yang tentu karena keterbatasan dana tim penyusun.
Sang sutradara film Dokumenter Sejarah Perjuangan Radio Rimba Raya, Ikmal Gopi yang ditemui dilokasi tersebut bersama kru “The Star Future” terlihat kaget dengan raut muka tak menentu. Dia tidak dapat berkomentar banyak. Takjub, haru dan sedih melihat upaya putra-putra Bener Meriah tersebut. (Iwan SP)
Festival Seni Budaya Rimba Raya Digelar Di Bener Meriah
Published on July 19, 2011 by Lovegayo
Redelong | Lintas Gayo : Bupati Bener Meriah Ir H Tagore Abu Bakar hari ini, Selasa (19/7) secara resmi membuka acara Festival Seni Budaya Rimba Raya yang diselenggarakan oleh Himpunan Pemuda Mahasiswa Pelajar Bener Meriah (HPBM) Banda aceh yang dimulai dari tanggal 19 s/d 23 Juli 2011 nanti.
Selain Bupati Tagore, acara pembukaan ini juga dihadiri oleh sejumlah anggota DPRK Bener Meriah, Sekda,Kepala Dinas Pendidikan dan sebagian Kepala Sekolah yang ada di Bener Meriah.
Suguhan tari Munalo mengawali acara pembukaan yang bertemakan ”Ekspresikan Seni dan Budaya dalam Menghargai Nilai-Nilai Perjuangan” tersebut.
Sejumlah agenda kegiatan dilakukan dalam Festival ini diantaranya Seminar Budaya dan Sejarah Rimba Raya, Lomba Pidato tingkat SMP dan SMA, Cerdas Cermat Bahasa Gayo tingkat SMP, Lomba Menggambar dengan tema Tugu Rimba Raya tingkat SD, Didong tingkat SMP, Fashion Show pakaian adat tingkat SD dan SMP, bhakti sosial di tugu Rimba Raya.
Puncak acaranya, direncanakan akan dilakukan pemutaran Film Dokumenter Radio Rimba Raya karya sutradara Ikmal Gopi yang akan diadakan di Pasar Simpang Tiga Redelong.
Sebelum Bupati meninggalkan acara tersebut bupati sempat menari dengan beberapa pejabat daerah lainnya yang di iringi dengan alat musik tradisional Teganing.
Tagore Tanggapi Film RRR
Selain itu Bupati Tagore juga memberikan pertanyaan seputar pembuatan film dokumenter tersebut kepada Ikmal Gopi sutradara film tersebut, bupati menanyakan hal yang berkaitan dengan referensi pembuatan film yang menurutnya sudah baik tapi masih meninggalkan salah satu point penting yaitu tentang keberadaan Syafruddin Prawiranegara di daerah Gayo pada saat Agresi Meliter Belanda II.
Menjawab pertanyaan Tagore tersebut, Ikmal Gopi akan mencari fakta tentang hal tersebut, dan bupati juga berjanji akan membantu mencari pakar sejarah yang berkaitan dengan hal tersebut.(udin)
Redelong | Lintas Gayo : Bupati Bener Meriah Ir H Tagore Abu Bakar hari ini, Selasa (19/7) secara resmi membuka acara Festival Seni Budaya Rimba Raya yang diselenggarakan oleh Himpunan Pemuda Mahasiswa Pelajar Bener Meriah (HPBM) Banda aceh yang dimulai dari tanggal 19 s/d 23 Juli 2011 nanti.
Selain Bupati Tagore, acara pembukaan ini juga dihadiri oleh sejumlah anggota DPRK Bener Meriah, Sekda,Kepala Dinas Pendidikan dan sebagian Kepala Sekolah yang ada di Bener Meriah.
Suguhan tari Munalo mengawali acara pembukaan yang bertemakan ”Ekspresikan Seni dan Budaya dalam Menghargai Nilai-Nilai Perjuangan” tersebut.
Sejumlah agenda kegiatan dilakukan dalam Festival ini diantaranya Seminar Budaya dan Sejarah Rimba Raya, Lomba Pidato tingkat SMP dan SMA, Cerdas Cermat Bahasa Gayo tingkat SMP, Lomba Menggambar dengan tema Tugu Rimba Raya tingkat SD, Didong tingkat SMP, Fashion Show pakaian adat tingkat SD dan SMP, bhakti sosial di tugu Rimba Raya.
Puncak acaranya, direncanakan akan dilakukan pemutaran Film Dokumenter Radio Rimba Raya karya sutradara Ikmal Gopi yang akan diadakan di Pasar Simpang Tiga Redelong.
Sebelum Bupati meninggalkan acara tersebut bupati sempat menari dengan beberapa pejabat daerah lainnya yang di iringi dengan alat musik tradisional Teganing.
Tagore Tanggapi Film RRR
Selain itu Bupati Tagore juga memberikan pertanyaan seputar pembuatan film dokumenter tersebut kepada Ikmal Gopi sutradara film tersebut, bupati menanyakan hal yang berkaitan dengan referensi pembuatan film yang menurutnya sudah baik tapi masih meninggalkan salah satu point penting yaitu tentang keberadaan Syafruddin Prawiranegara di daerah Gayo pada saat Agresi Meliter Belanda II.
Menjawab pertanyaan Tagore tersebut, Ikmal Gopi akan mencari fakta tentang hal tersebut, dan bupati juga berjanji akan membantu mencari pakar sejarah yang berkaitan dengan hal tersebut.(udin)
Rabu, 08 Juni 2011
Membangun Kesadaran Gayo (Pemerintah) Terhadap Sejarah
Published on June 7, 2011 by Lovegayo · No Comments :: 84 Views
Zuhri Sinatra*
“Sejarah seperi ibu kita sendiri” ucap Ikmal. Kalau direnungkan ungkapan beliau memiliki makna yang cukup dalam, seseorang yang lahir dari rahim seorang ibu, kemudian di besarkan , di didik hingga menjadi orang yang berguna. Kasih sayang seorang ibu tidak pernah luntur, walau terkadang si anak berbuat nakal, tetapi tidak pernah merubah hati seorang ibu untuk membenci sang anak. Kelak, apabila si anak sudah dewasa, dapat menghargai dan menghormati ibu yang telah berjasa membesarkannya.
Radio Rimba Raya adalah secuil sejarah bangsa yang telah terlupakan, RRR telah berjasa besar memerdekakan bangsa ini dari belenggu penjajahan. RRR telah mengubah pandangan dunia terhadap keberadaan Indonesia, pengakuan negara-negara di dunia bahwa indonesia adalah sebuah negara yang berdaulat, ini semua adalah berkat peran dan jasa besar Radio Rimba Raya. Lantas apa yang telah kita lakukan sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan terhadap perjuangan RRR yang telah membesarkan bangsa ini?.
Ikmal Gopi, dengan segenap kemampuannya telah berusaha menyadarkan kita untuk menggali sejarah RRR tersebut, dengan menggali informasi sebanyak banyaknya tentang kiprah RRR, dituangkan kedalam bentuk film dokumenter, kemudian melakukan Road show pemutaran flm tersebut ke beberapa tempat di Banda Aceh, Takengon, bahkan di Desa Rime Raya ( Bener Meriah ) yang merupakan tempat terakhir Radio Rimba Raya mengudara juga direncanakan dilakukan pemutaran, belakangan rencana ini dibatalkan kemudian dialihkan ke Gedung Dewan Perwakilan Kabupaten ( DPRK) Bener Meriah.
Sekian lama Ikmal melakukan road show pemutaran, kegiatan ini tidak luput dari pemberitaan media cetak dan elektronik, setiap diadakannya pemutaran film selalu saja ada tokoh masyarakat atau pejabat setempat yang mempunyai kedudukan diundang untuk menyaksikan film tersebut, menariknya, diakhir pemutaran film pejabat atau tokoh bersangkutan dimintai pendapat mereka tentang sejarah Radio Rimba Raya kemudian langkah apa yang harus dilakukan untuk mennghormati dan menghargai kiprah radio tersebut?.
Dengan gaya bicara yang khas, kepercayaan diri yang tinggi, para pejabat dan tokoh- tokoh tersebut memberikan tanggapan dan janji yang beragam, seperti pada pemutaran film RRR di Bener Meriah, beberapa anggota DPRK setempat mengatakan “berjanji menjembatani sosialisasi sejarah RRR di Kabupaten Bener Meriah”, Ironisnya, dari unsur pemerintah Kabupaten Bener Meriah tidak hadir pada saat pemutaran film tersebut, demikian pula pada saat pemutaran di Takengon kabupaten Aceh Tengah, anggota DPRK kabupaten tersebut mengharapkan agar “Pemerintah Daerah Aceh Tengah mendorong sekolah-sekolah, menjadikan Film Dokumenter sejarah RRR menjadi tontonan wajib”. Sedangkan unsur Pemerintah Aceh Tengah hanya mengucapkan “terima kasih kepada Ikmal Gopi yang telah menyusun sejarah RRR”
Bukan hanya sekedar pernyataan dan janji yang kita harapkan dari para pemangku kepentingan dari dua kabupaten tersebut, lebih dari itu, realisasi (tindakan nyata) sangatlah diperlukan di tengah bangsa yang tidak peduli terhadap dokumen dan situs sejarah.
Janji yang pernah dilontarkan oleh tokoh tokoh tersebut sudah seharusnya terealisasi, seperti film dokumenter RRR menjadi tontonan wajib, RRR menjadi muatan lokal, memasukkan sejarah RRR ke dalam kurikulum sekolah, menjadikan sejarah RRR sebagai sejarah nasional dan sebagainya.
Usaha Ikmal paling tidak dapat menggugah kesadaran kita untuk menghargai sejarah, terutama Pemerintah di dua Kabupaten tersebut ( Aceh Tengah dan Bener Meriah ) dan didukung oleh berbagai elemen masyarakat, dengan timbulnya kesadaran kita ( Pemerintah ) untuk menghargai sejarah, akan meningkatkan harkat dan martabat Gayo dan juga sejarah Gayo dapat dikenal oleh bangsa lain. Seperti ungkapan Ir. Mursyd.“RRR merupakan salah satu langkah awal untuk mendobrak bukti-bukti sejarah lainnya”
*Pemerhati Sejarah Gayo, tinggal di Jakarta.
Zuhri Sinatra*
“Sejarah seperi ibu kita sendiri” ucap Ikmal. Kalau direnungkan ungkapan beliau memiliki makna yang cukup dalam, seseorang yang lahir dari rahim seorang ibu, kemudian di besarkan , di didik hingga menjadi orang yang berguna. Kasih sayang seorang ibu tidak pernah luntur, walau terkadang si anak berbuat nakal, tetapi tidak pernah merubah hati seorang ibu untuk membenci sang anak. Kelak, apabila si anak sudah dewasa, dapat menghargai dan menghormati ibu yang telah berjasa membesarkannya.
Radio Rimba Raya adalah secuil sejarah bangsa yang telah terlupakan, RRR telah berjasa besar memerdekakan bangsa ini dari belenggu penjajahan. RRR telah mengubah pandangan dunia terhadap keberadaan Indonesia, pengakuan negara-negara di dunia bahwa indonesia adalah sebuah negara yang berdaulat, ini semua adalah berkat peran dan jasa besar Radio Rimba Raya. Lantas apa yang telah kita lakukan sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan terhadap perjuangan RRR yang telah membesarkan bangsa ini?.
Ikmal Gopi, dengan segenap kemampuannya telah berusaha menyadarkan kita untuk menggali sejarah RRR tersebut, dengan menggali informasi sebanyak banyaknya tentang kiprah RRR, dituangkan kedalam bentuk film dokumenter, kemudian melakukan Road show pemutaran flm tersebut ke beberapa tempat di Banda Aceh, Takengon, bahkan di Desa Rime Raya ( Bener Meriah ) yang merupakan tempat terakhir Radio Rimba Raya mengudara juga direncanakan dilakukan pemutaran, belakangan rencana ini dibatalkan kemudian dialihkan ke Gedung Dewan Perwakilan Kabupaten ( DPRK) Bener Meriah.
Sekian lama Ikmal melakukan road show pemutaran, kegiatan ini tidak luput dari pemberitaan media cetak dan elektronik, setiap diadakannya pemutaran film selalu saja ada tokoh masyarakat atau pejabat setempat yang mempunyai kedudukan diundang untuk menyaksikan film tersebut, menariknya, diakhir pemutaran film pejabat atau tokoh bersangkutan dimintai pendapat mereka tentang sejarah Radio Rimba Raya kemudian langkah apa yang harus dilakukan untuk mennghormati dan menghargai kiprah radio tersebut?.
Dengan gaya bicara yang khas, kepercayaan diri yang tinggi, para pejabat dan tokoh- tokoh tersebut memberikan tanggapan dan janji yang beragam, seperti pada pemutaran film RRR di Bener Meriah, beberapa anggota DPRK setempat mengatakan “berjanji menjembatani sosialisasi sejarah RRR di Kabupaten Bener Meriah”, Ironisnya, dari unsur pemerintah Kabupaten Bener Meriah tidak hadir pada saat pemutaran film tersebut, demikian pula pada saat pemutaran di Takengon kabupaten Aceh Tengah, anggota DPRK kabupaten tersebut mengharapkan agar “Pemerintah Daerah Aceh Tengah mendorong sekolah-sekolah, menjadikan Film Dokumenter sejarah RRR menjadi tontonan wajib”. Sedangkan unsur Pemerintah Aceh Tengah hanya mengucapkan “terima kasih kepada Ikmal Gopi yang telah menyusun sejarah RRR”
Bukan hanya sekedar pernyataan dan janji yang kita harapkan dari para pemangku kepentingan dari dua kabupaten tersebut, lebih dari itu, realisasi (tindakan nyata) sangatlah diperlukan di tengah bangsa yang tidak peduli terhadap dokumen dan situs sejarah.
Janji yang pernah dilontarkan oleh tokoh tokoh tersebut sudah seharusnya terealisasi, seperti film dokumenter RRR menjadi tontonan wajib, RRR menjadi muatan lokal, memasukkan sejarah RRR ke dalam kurikulum sekolah, menjadikan sejarah RRR sebagai sejarah nasional dan sebagainya.
Usaha Ikmal paling tidak dapat menggugah kesadaran kita untuk menghargai sejarah, terutama Pemerintah di dua Kabupaten tersebut ( Aceh Tengah dan Bener Meriah ) dan didukung oleh berbagai elemen masyarakat, dengan timbulnya kesadaran kita ( Pemerintah ) untuk menghargai sejarah, akan meningkatkan harkat dan martabat Gayo dan juga sejarah Gayo dapat dikenal oleh bangsa lain. Seperti ungkapan Ir. Mursyd.“RRR merupakan salah satu langkah awal untuk mendobrak bukti-bukti sejarah lainnya”
*Pemerhati Sejarah Gayo, tinggal di Jakarta.
Selasa, 07 Juni 2011
Surat Dari Radio Rimba Raya
Published on June 6, 2011 by Lovegayo · No Comments :: 68 Views
Puisi : LK. Ara
- untuk A.K.Y.
Petang itu
Ada seorang tua singgah
Matanya bernada gundah
Memandang puncak tugu
Kini aku memang hanya sebuah tugu
Sering sepi
Berteman langit sunyi
Di tengah perkebunan kopi
Petang itu
Dalam cahaya tak begitu benderang
Orang tua itu tengadah
Seperti mencari sesuatu
Namun hanya bertemu
Dengan goresan berdebu
Dan tulisan beku
Di atas bongkahan batu
Tangannya yang keriput dan tua
Mencoba meraba dinding tugu
Yang juga keriput dan kusut
Seperti mengandung sedih
Gambaran riwayat perjuangan yang pedih
Ketika cahaya senja
Menyorot wajahnya yang tua
Mulut yang sejak tadi diam
Seperti gunung Buni Telong selama ini diam
Memuntahkan laharnya
Meluncurlah kata demi kata
Bercerita tentang Radio Rimba Raya saat mengudara
Di tahun sembilan empat puluh delapan
Pada Anggeresi Militer Belanda kedua dilancarkan
Saat itu Republik Indonesia
Mulai kembali dikuasai Belanda
Jogyakarta, ibunegeri Indonesia jatuh
Presiden Sukarno dan wakil presiden Hatta di tawan
Dr Beel komisaris tinggi yang mewakili Belanda
Juga memerintahkan
Bom dan hancurkan semua lapangan terbang
Angkatan udara Republik Indonesia
Bom dan hancurkan juga
Semua pemancar radio Republik Indonesia
Disetiap kota propinsi
Di seluruh Indonesia
Indonesia sudah kollep, runtuh begitu terdengar
Siaran radio Belanda berkoar-koar
Saat itulah Radio Rimba Raya
Yang berdiri di tengah hutan rimba
Di dataran tinggi Gayo letaknya
Perlahan bangkit mengudara
Kemudian menggelegar di udara
Bersuara keseluruh dunia
Dalam berbagai bahasa
Mengabarkan bahwa
Republik Indonesia masih ada
Pemimpin Republik Indonesia masih ada
Wilayah Republik Indonesia masih ada
Dan di sini Aceh masih siaga
Mendengar suara Radio Rimba Raya
Yang demikian terang dan nyata
Provokasi Belanda
Yang mulai merebak ke seantero dunia
Pupus seketika
Dan dunia percaya
Republik Indonesia masih ada
Masih ada
Banda Aceh-Takengon, 2-6 Juni 2011
Puisi : LK. Ara
- untuk A.K.Y.
Petang itu
Ada seorang tua singgah
Matanya bernada gundah
Memandang puncak tugu
Kini aku memang hanya sebuah tugu
Sering sepi
Berteman langit sunyi
Di tengah perkebunan kopi
Petang itu
Dalam cahaya tak begitu benderang
Orang tua itu tengadah
Seperti mencari sesuatu
Namun hanya bertemu
Dengan goresan berdebu
Dan tulisan beku
Di atas bongkahan batu
Tangannya yang keriput dan tua
Mencoba meraba dinding tugu
Yang juga keriput dan kusut
Seperti mengandung sedih
Gambaran riwayat perjuangan yang pedih
Ketika cahaya senja
Menyorot wajahnya yang tua
Mulut yang sejak tadi diam
Seperti gunung Buni Telong selama ini diam
Memuntahkan laharnya
Meluncurlah kata demi kata
Bercerita tentang Radio Rimba Raya saat mengudara
Di tahun sembilan empat puluh delapan
Pada Anggeresi Militer Belanda kedua dilancarkan
Saat itu Republik Indonesia
Mulai kembali dikuasai Belanda
Jogyakarta, ibunegeri Indonesia jatuh
Presiden Sukarno dan wakil presiden Hatta di tawan
Dr Beel komisaris tinggi yang mewakili Belanda
Juga memerintahkan
Bom dan hancurkan semua lapangan terbang
Angkatan udara Republik Indonesia
Bom dan hancurkan juga
Semua pemancar radio Republik Indonesia
Disetiap kota propinsi
Di seluruh Indonesia
Indonesia sudah kollep, runtuh begitu terdengar
Siaran radio Belanda berkoar-koar
Saat itulah Radio Rimba Raya
Yang berdiri di tengah hutan rimba
Di dataran tinggi Gayo letaknya
Perlahan bangkit mengudara
Kemudian menggelegar di udara
Bersuara keseluruh dunia
Dalam berbagai bahasa
Mengabarkan bahwa
Republik Indonesia masih ada
Pemimpin Republik Indonesia masih ada
Wilayah Republik Indonesia masih ada
Dan di sini Aceh masih siaga
Mendengar suara Radio Rimba Raya
Yang demikian terang dan nyata
Provokasi Belanda
Yang mulai merebak ke seantero dunia
Pupus seketika
Dan dunia percaya
Republik Indonesia masih ada
Masih ada
Banda Aceh-Takengon, 2-6 Juni 2011
Nonton Bareng Film RRR di Jakarta
Published on June 6, 2011 by Lovegayo · No Comments :: 109 Views
Jakarta | Lintas Gayo : Setelah sukses diputar dibanyak tempat, khususnya di Aceh, Jum’at (3/6) film Dokumenter sejarah perjuangan Radio Rimba Raya di putar di ibu kota Negara. Film Rimba Raya yang masuk nominator Festival Film Indonesia 2010 tersebut menggambarkan peran RRR yang ada di tanoh Gayo, Aceh dalam mempublikasikan Indonesia kepada dunia bahwa Indonesia masih ada.
Acara yang dilangsungkan di Pasar Minggu, Jakarta Selatan tersebut dihadiri pelbagai kalangan, diantaranya pelajar, mahasiswa, dan pemuda Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Termasuk, hadir dalam kesempatan tersebut, Mursyid, Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia asal Aceh. Juga tampak beberapa mahasiswa IPDN dari Bandung, perwakilan mahasiswa dari Yogyakarta, Bogor, dan Malang.
Ikmal Gopi, sang sutradara mengatakan bahwa dengan adanya film tersebut, orang bisa tahu rangkaian sejarah RRR yang sebenarnya. Walaupun sebelum, saat, dan setelah pembuatannya, Ikmal sempat didera masalah ekonomi dan beban psikologis.
“Salah satu kelemahan kita, adalah hilangnya peran Gayo baik di tingkat lokal, daerah, maupun di tingkat nasional. Karena, tidak adanya bukti-bukti sejarah, termasuk pelakunya,” kata Mursyid. “RRR merupakan salah satu langkah awal untuk mendobrak bukti-bukti sejarah lainnya,” tambah Mursyid.
Mantan Anggota Dewan Pewakilan Daerah (DPRD) Aceh Tengah Periode 1999-2004 ini mengharapkan agar saat seminar-seminar atau apa pun namanya, selain pembicara dari luar, perlu dilibatkan pembicara dari orang Gayo-nya sendiri. “Dengan demikian, kita telah memperkenalkan Gayo kepada orang lain,” jelas Mursyid.
Agustia Feriandi, salah satu peserta dari Jakarta yang menyaksikan film tersebut mengatakan salut dan angkat tangan dengan kerja keras Ikmal Kopi. Dia mengaku selama ini hanya membaca buku sejarah prihal RRR. Itupun kurang dapat dimengeri.
“Dengan pengemasan film, saya lebih dapat mengetahui dan memahami sejarah RRR. Sehingga, perlu adanya pemutaran film ini sesering mungkin, terutama di sekolah-sekolah yang ada di Aceh. Lebih khusus lagi, di Gayo agar generasi muda tidak melupakan sejarah,” pungkasnya. (Win Kin Tawar)
Jakarta | Lintas Gayo : Setelah sukses diputar dibanyak tempat, khususnya di Aceh, Jum’at (3/6) film Dokumenter sejarah perjuangan Radio Rimba Raya di putar di ibu kota Negara. Film Rimba Raya yang masuk nominator Festival Film Indonesia 2010 tersebut menggambarkan peran RRR yang ada di tanoh Gayo, Aceh dalam mempublikasikan Indonesia kepada dunia bahwa Indonesia masih ada.
Acara yang dilangsungkan di Pasar Minggu, Jakarta Selatan tersebut dihadiri pelbagai kalangan, diantaranya pelajar, mahasiswa, dan pemuda Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Termasuk, hadir dalam kesempatan tersebut, Mursyid, Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia asal Aceh. Juga tampak beberapa mahasiswa IPDN dari Bandung, perwakilan mahasiswa dari Yogyakarta, Bogor, dan Malang.
Ikmal Gopi, sang sutradara mengatakan bahwa dengan adanya film tersebut, orang bisa tahu rangkaian sejarah RRR yang sebenarnya. Walaupun sebelum, saat, dan setelah pembuatannya, Ikmal sempat didera masalah ekonomi dan beban psikologis.
“Salah satu kelemahan kita, adalah hilangnya peran Gayo baik di tingkat lokal, daerah, maupun di tingkat nasional. Karena, tidak adanya bukti-bukti sejarah, termasuk pelakunya,” kata Mursyid. “RRR merupakan salah satu langkah awal untuk mendobrak bukti-bukti sejarah lainnya,” tambah Mursyid.
Mantan Anggota Dewan Pewakilan Daerah (DPRD) Aceh Tengah Periode 1999-2004 ini mengharapkan agar saat seminar-seminar atau apa pun namanya, selain pembicara dari luar, perlu dilibatkan pembicara dari orang Gayo-nya sendiri. “Dengan demikian, kita telah memperkenalkan Gayo kepada orang lain,” jelas Mursyid.
Agustia Feriandi, salah satu peserta dari Jakarta yang menyaksikan film tersebut mengatakan salut dan angkat tangan dengan kerja keras Ikmal Kopi. Dia mengaku selama ini hanya membaca buku sejarah prihal RRR. Itupun kurang dapat dimengeri.
“Dengan pengemasan film, saya lebih dapat mengetahui dan memahami sejarah RRR. Sehingga, perlu adanya pemutaran film ini sesering mungkin, terutama di sekolah-sekolah yang ada di Aceh. Lebih khusus lagi, di Gayo agar generasi muda tidak melupakan sejarah,” pungkasnya. (Win Kin Tawar)
Langganan:
Postingan (Atom)